Risiko Finansial Kerap Dialami Orang "Berada"?

Pernahkah Anda berpikir bahwa dalam kegiatan sehari-hari kita pasti diselimuti oleh berbagai risiko? Kalau ya, apa yang Anda lakukan untuk meminimalisasi risiko tersebut? Banyak cara tentu saja.
Contoh sederhana, ketika mengendarai mobil, Anda akan menyetir secara hati-hati. Namun, pertanyaannya, apakah Anda bisa memaksa pengendara mobil lain menyetir hati-hati juga? Jelas tidak. Artinya, ketika Anda sudah hati-hati, orang lain belum tentu demikian sehingga Anda bisa saja menjadi korban dari ketidakhati-hatian pihak lain.

Risiko finansial bisa terjadi tentu saja bukan sekadar karena Anda mengalami kecelakaan di jalan raya. Risiko finansial bisa dialami dalam berbagai hal. Ketika Anda tidak sehat, lalu membutuhkan biaya pengobatan, maka Anda juga mengalami risiko finansial. Atau yang kerap terjadi adalah risiko finansial, karena Anda tidak bekerja lagi, apakah karena memasuki usia pensiun dan atau berhenti bekerja dari perusahaan, maka Anda akan mengalami situasi kehilangan pendapatan. Itu berarti Anda mengalami risiko finansial.

Dalam bentuk lain, ketika misalnya Anda atau kepala keluarga mengalami musibah, sakit dan atau bahkan meninggal dunia, jelas akan menimbulkan risiko finansial bagi keluarga yang ditinggalkan. Singkatnya, perjalanan hidup manusia sejak lahir hingga wafat sarat dengan risiko finansial. Nah, lalu bagaimana mengatasi risiko finansial tersebut?

Alihkan risiko
Salah satu cara meminimalisasi risiko finansial karena peristiwa sebagaimana diutarakan di atas adalah dengan mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain. Inilah yang disebut dengan asuransi. Anda cukup membayar premi asuransi, maka kemudian seluruh risiko yang melanda diri Anda akan diambil alih oleh lembaga asuransi.

Namun, hal-hal yang diutarakan di atas adalah risiko finansial secara tradisional. Dalam praktiknya, banyak risiko finansial yang terjadi tanpa disadari oleh yang bersangkutan karena telah menjadi perilaku sehari-hari. Risiko finansial yang paling mendasar dan banyak dialami orang adalah ketika pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran. Kemudian, ketika investasi yang dilakukan merugi. Juga, ketika utang membubung tinggi dan sudah sangat sulit untuk membayarnya.
Yang membedakan apakah risiko finansial itu bersifat fatal, dalam arti bisa membangkrutkan, atau hanya berdampak pada cedera finansial, di mana para penderitanya tidak bisa melakukan pemupukan kekayaan. Coba kita cermati.

Pertama, pendapatan yang tak pernah cukup. Inilah risiko finansial yang paling banyak diderita orang. Tragisnya tak banyak juga yang menyadari. Risiko ini bisa dibagi lagi menjadi beberapa sebab, yakni orang-orang yang secara finansial memang mengalami keterbatasan, termasuk orang-orang yang hidup dalam kategori miskin dan setengah miskin. Artinya, pendapatan riil mereka memang rendah sekali sehingga untuk membeli beras saja sulit.
Namun, yang lebih banyak adalah risiko finansial karena soal perilaku. Dan ini banyak dialami oleh masyarakat perkotaan yang seolah-olah secara kasatmata hidup berkecukupan. Mereka tampil layaknya orang berada. Namun, sebenarnya kondisi finansial mereka berantakan karena pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Defisit tersebut lalu ditutupi dengan utang kartu kredit atau jenis pinjaman lainnya.

Bagaimana mengatasinya? Solusinya bukanlah mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain, melainkan terapi perilaku finansial. Paling tidak, mau menyadari akar masalahnya adalah di perilaku konsumtif. Mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak merupakan ”kebutuhan”, tetapi lebih didasari faktor lain, termasuk gengsi, ingin gaya, ingin masuk lingkungan sosial tertentu, dan lain sebagainya.
Konkretnya, masalah seperti ini tak bisa hanya diatasi dengan menaikkan pendapatan. Sebab, kalaupun pendapatan meningkat, tetap saja pengeluaran akan lebih besar. Lebih dari itu, kalangan yang masuk dalam kategori seperti itu berkecenderungan mencoba menaikkan pendapatan dengan segala cara, baik cara yang halal maupun tidak halal. Jadi, sekali lagi, menaikkan pendapatan bukanlah solusi final karena masalah utamanya ada di perilaku konsumtif dan perilaku lainnya.

Terjebak utang
Kedua, terjebak dalam utang sangat besar. Risiko finansial jenis ini bisa terjadi karena banyak penyebab. Utang yang sebenarnya dimaksudkan untuk kegiatan produktif pun bisa mengalami masalah, misalnya kondisi ekonomi yang tiba-tiba tidak kondusif dan lain sebagainya. Namun, utang besar kerap kali terjadi karena ketidakpahaman soal utang dan sikap menggampangkan atau perpaduan dari berbagai sebab.
Sebagai contoh, ada orang yang awalnya berutang untuk membeli rumah. Ini sebenarnya tidak masalah. Namun, yang menjadi masalah adalah jumlah angsuran untuk membayar utang tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan finansial yang bersangkutan. Akhirnya kerap menunggak, lalu tunggakan tersebut dikenai bunga, denda, dan kemudian menjadi membengkak. Akhirnya, pihak yang berutang menjadi tidak sanggup lagi membayar. Rumah pun disita pihak bank.

Lalu bagaimana solusinya? Pahami kembali, utang yang wajar adalah jika pembayaran angsuran tidak melebihi 30 persen pendapatan sehingga yang 70 persen lagi bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan berinvestasi. Namun, tidak jarang orang-orang berutang dalam jumlah besar sehingga nilai angsurannya bisa mencapai 70 persen pendapatan atau bahkan lebih.
Jika situasinya begini, percayalah, hanya menunggu waktu utang tersebut untuk bermasalah. Dus, untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan menurunkan kembali nilai angsuran pembayaran utang dan sekaligus menggeser jangka waktu pembayaran menjadi lebih panjang. Di sisi lain, pihak yang berutang tentu saja mesti menaikkan pendapatan sehingga nantinya secara persentase, nilai pengeluaran untuk pembayaran utang bisa mencapai 30 persen saja atau paling tidak mengalami penurunan dibandingkan dengan saat ini.

Lantas bagaimana menyiasati agar perjalanan hidup Anda bisa terhindar dari berbagai risiko finansial?
Sederhana saja. Untuk risiko-risiko yang bisa dialihkan ke pihak lain, maka segera alihkan. Sebab, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang kebal terhadap risiko. Namun, kalau risiko finansial tersebut lebih merupakan dampak dari perilaku yang tak mengindahkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang normal, solusinya hanya dengan mengubah perilaku finansial itu sendiri. Terserah Anda, karena risiko finansial tersebut adalah pilihan.
(Elvyn G. Masassya, praktisi keuangan) 
Sumber : www.kompas.com 

AYITIBOX INDONESIA 'Kalau Situs Lain Sibuk Menjual, Disini Royal Membeli'