Mulailah Dari Keluarga Yang Sekarang


Anda tidak akan bisa menghargai apa yang bakal Anda miliki bila Anda belum bisa menghargai apa yang sudah Anda punyai saat ini. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Mungkin Anda akan manggut-manggut tanda setuju.

Namun kenyataannya, banyak dari kita kerap terjebak dan terpesona pada 'fokus yang salah'. Kita kerapkali lebih menghargai dan menaruh perhatian pada apa yang belum dimiliki, yang kita dambakan, ketimbang pada apa yang sudah ada di tangan kita.

Sebut saja misalnya, seseorang yang sedang jatuh cinta. Ia terkadang bisa sampai lupa diri, sehingga melupakan keluarga dan teman-temannya. Seluruh perhatian dan pengorbanan seolah tertuju hanya untuk si dia seorang. Hanya doi yang terlihat penting di mata, makanya sampai muncul istilah dunia seolah milik berdua.

Semua orang seolah jadi tidak sepenting doi. Bahkan tak jarang keluarga sendiri dilupakan, ditinggalkan, atau dibenci hanya gara-gara doi.

Padahal kenyataannya, kita baru bisa menyayangi doi dengan benar jika kita lebih dulu berhasil menyayangi dan menerima keluarga atau orang-orang terdekat yang ada saat ini.

Jika kita gagal menyayangi dan menerima orang-orang yang telah menjadi bagian hidup kita sekarang, maka kita juga akan gagal mengasihi orang-orang yang akan menjadi bagian dari hidup kita di masa depan nanti.

Mengapa bisa begitu? Karena di sepanjang jalan kehidupan kita, 'orang-orang yang sulit untuk dikasihi' itu akan selalu ada. Akan selalu ada pro dan kontra. Kita hanya bermimpi jika kita berharap agar kita cuma dipertemukan dengan orang yang asyik-asyik saja. Bagaimanapun juga, orang-orang yang tak asyik sekalipun akan selalu ada untuk menjadi bagian hidup kita.

Sebenarnya, justru untuk orang-orang 'sulit' atau tak asyik inilah kita harus bersyukur, karena dengan adanya mereka, kita jadi terhalang untuk sombong dan bersikap seenaknya. Coba pikirkan, apa jadinya bila semua orang menyukai dan menyanjung kita?! Wah, kita pasti akan menjadi makhluk paling angkuh sejagad raya.

Lalu sekarang pertanyaannya, mengapa terkadang kita lebih bisa mengasihi 'orang luar' dibanding 'orang dalam' alias keluarga sendiri? Mengapa kita jadi terseret untuk lebih menghargai doi daripada keluarga atau teman sendiri? Sebabnya hanya satu, yaitu karena kita belum benar-benar mengenal karakter doi dan 'orang luar' itu seperti apa.

Hidup lama bersama keluarga dan teman-teman membuat kita kenal seperti apa karakter mereka yang sesungguhnya. Dan, kadang dalam pengenalan itu, kita kerap mengalami benturan dan gesekan dengan mereka, sehingga timbul yang namanya konflik. Konflik tak terselesaikan itulah yang kemudian mencemari hubungan kita dengan mereka. Mungkin kita jadi kecewa, penuh dendam, amarah, atau sakit hati.

Lalu, orang luar datang, dan kita dengan naif berpikir bahwa mereka tidak akan menyakiti kita seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang terdekat kita.

Padahal kenyataannya, tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang tidak mengecewakan. Semuanya memiliki kekurangan dan lahir dalam ketidaksempurnaan, sehingga tiap orang berpotensi saling mengecewakan antara satu dengan lainnya. Sebab itulah dalam menghadapi tiap hubungan yang ada kita perlu mengenakan mental teman, agar tidak mudah kecewa.

Jadi, mulai sekarang, ubah cara pandang kita. Mari kita mulai dari apa yang ada pada kita. Jika di dekat kita ada orang-orang yang sulit untuk dihadapi atau dikasihi, maka mulailah belajar untuk mengasihi dan menerima mereka apa adanya, sebab jika yang baru itu datang, maka kita sudah siap untuk menerimanya, karena kita telah melatih diri dengan menerima yang lama.
sumber: Metrotvnews.com