Satu lagi anak muda Surabaya menorehkan prestasi besar. Dia adalah Hendy  Setiono, presiden direktur Kebab Turki Baba Rafi. Prestasinya tidak  hanya diakui di dalam negeri, tapi juga di mancanegara. Mengapa?
Wajah  dan penampilannya masih layaknya anak muda. Siang itu, dia berkemeja  batik cokelat dipadu celana hitam. Cukup sederhana. Tak tecermin tampang  seorang bos dari perusahaan beromzet lebih dari Rp 1 miliar per bulan.
Itulah  penampilan sehari-hari Hendy Setiono, Presdir Kebab Turki Baba Rafi  Surabaya. Oleh majalah Tempo edisi akhir 2006, dia dinobatkan sebagai  salah seorang di antara sepuluh tokoh pilihan yang dinilai mengubah  Indonesia. Tentu, sebuah pengakuan yang membanggakan bagi Hendy.  Apalagi, bisnis yang dia geluti tergolong bisnis yang tak akrab di  telinga. Usianya pun saat ini masih 27 tahun! Wow, masih sangat muda untuk  seorang bos yang memiliki 100 outlet di 16 kota di Indonesia.
Dengan  ramah, pria kelahiran Surabaya, 30 Maret 1983, tersebut mempersilakan  Jawa Pos masuk ke kantornya di Ruko Manyar Garden Regency, kawasan  Nginden Semolo. “Biasanya saya masuk kantor agak siang. Tapi, karena  hari ini ada janji dengan Anda, saya agak meruput datang ke kantor,”  ujar Hendy mengawali perbincangan.
Ketika itu, jarum jam sudah  menunjuk pukul 11.00. Bagi Hendy, pukul 11.00 masih terbilang pagi  karena biasanya dirinya baru masuk kantor lebih dari pukul 12.00.
Dia  lalu menceritakan awal mula bisnis kebab yang digelutinya tersebut.  Kebab adalah makanan khas Timur Tengah (Timteng) yang dibuat dari daging  sapi panggang, diracik dengan sayuran segar, dan dibumbui mayonaise,  lalu digulung dengan tortila. Sebenarnya, kebab banyak beredar di Qatar  dan negara Timteng lainnya.
Namun, kata Hendy, kebab paling enak  adalah dari Istambul, Turki. Karena itu, dia menggunakan “trade mark”  Turki untuk menarik calon pelanggan.
Hendy mengisahkan, pada Mei  2003, dirinya mengunjungi ayahnya yang bertugas di perusahaan minyak di  Qatar. Selama di negeri yang baru sukses melaksanakan Asian Games itu,  dia banyak menemui kedai kebab yang dijubeli warga setempat. Lantaran  penasaran, Hendy yang mengaku hobi makan itu lantas mencoba makanan yang  lezat bila dimakan dalam kondisi masih panas tersebut. “Ternyata,  rasanya sangat enak. Saya tak menduga rasanya seperti itu,” ungkap  sulung dua bersaudara pasangan Ir H Bambang Sudiono dan Endah Setijowati  tersebut.
Tak hanya perutnya kenyang, saat itu di benak Hendy  langsung terbersit pikiran untuk membuka usaha kebab di Indonesia.  Alasannya, selain belum banyak usaha semacam itu, di Indonesia terdapat  warga keturunan Timteng yang menyebar di berbagai kota.
“Orang  Indonesia juga banyak yang naik haji atau umrah. Biasanya, mereka pernah  merasakan kebab di Makkah atau Madinah. Nah, mereka bisa bernostalgia  makan kebab cukup di outlet saya,” jelasnya.
“Makanya, selama di  Qatar, saya juga memanfaatkan waktu untuk berburu resep kebab. Saya  mencarinya di kedai kebab yang paling ramai pengunjungnya,” jelas Hendy  yang beristri Nilamsari, 27, dan kini sudah dikaruniai dua anak, Rafi  Darmawan, 7, dan Reva Audrey Zahifa, 5, tersebut.
Begitu tiba kembali  di Surabaya, dia langsung menyusun strategi bisnis. Yang pertama  dilakukan adalah mencari partner. Dia tidak ingin usahanya asal-asalan.  Dia kemudian bertemu Hasan Baraja, kawan bisnisnya yang kebetulan juga  senang kuliner. Awalnya, mereka sengaja melakukan trial and error untuk  menjajaki peluang bisnis serta pangsa pasarnya.
“Ternyata, resep  kebab dari Qatar yang rasa kapulaga dan cengkehnya cukup kuat tidak  begitu disukai konsumen. Ukurannya pun terlalu besar. Makanya, kami  memodifikasi rasa dan ukuran yang pas supaya lebih familier dengan orang  Indonesia,” katanya.
September 2003, gerobak jualan kebab pertamanya  mulai beroperasi. Tepatnya di salah satu pojok Jalan Nginden Semolo,  berdekatan dengan area kampus dan tempat tinggalnya.
Mengapa gerobak?  Hendy mempunyai alasan. “Membuat gerobak lebih murah daripada membuat  kedai permanen. Tidak perlu banyak modal. Gerobak pun fleksibel, bisa  dipindah-pindah,” ujarnya.
Soal nama kedainya Baba Rafi, dia mengaku  terinspirasi nama anak pertamanya, Rafi Darmawan. “Diberi nama Kebab Pak  Hendy kok tidak komersial,” katanya lalu tergelak.
Saat itulah  terlintas di benaknya nama si sulung, Rafi. “Kalau dipikir-pikir, pakai  nama Baba Rafi, lucu juga rasanya. Baba kan berarti bapak, jadi Baba  Rafi berarti bapaknya Rafi.”
 
Mengawali sebuah bisnis memang tidak  mudah. Apalagi untuk meraih sukses seperti sekarang. Suka duka pun  dirasakan calon bapak tiga anak itu. “Misalnya, uang berjualan dibawa  lari karyawan. Banyak karyawan yang keluar masuk. Baru beberapa minggu  bekerja sudah minta keluar,” ungkapnya.
Bahkan, pernah suatu hari,  karena tak mempunyai karyawan, Hendy dan istri berjualan. Hari itu  kebetulan hujan. Tak banyak orang membeli kebab. Makanya, pemasukan pun  sedikit. “Uang hasil berjualan hari itu digunakan membeli makan di  warung seafood saja tak cukup. Wah, itu pengalaman pahit yang selalu  kami kenang,” ujarnya.
Tak ingin setengah-setengah dalam menjalankan  bisnis, lulusan SMA Negeri 5 Surabaya tersebut akhirnya memutuskan  berhenti dari bangku kuliah pada tahun kedua. “Saya OD alias out duluan.  Tapi, saya tidak menyesal meninggalkan bangku kuliah untuk membangun  usaha,” tegas Hendy yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Teknik  Informatika ITS tersebut.
Keputusan dia untuk meninggalkan bangku  kuliah guna menekuni bisnis kebab tersebut sempat ditentang orang  tuanya. Mereka ingin Hendy menjadi orang kantoran seperti ayahnya.  Karena itu, ketika dia meminta bantuan modal, orang tuanya menganggap  bisnis yang akan dilakoni tersebut adalah proyek iseng. “Mereka pikir  saya tidak serius pada bisnis itu. Dalam hati, saya ingin membuktikan  kepada bapak dan ibu bahwa kelak saya pasti berhasil,” jelasnya.
Yang  luar biasa, kesuksesan bisnis Hendy tak perlu waktu lama. Hanya dalam  3-4 tahun, dia berhasil mengembangkan sayap di mana-mana. Bahkan, hingga  pengujung 2006, pengusaha muda tersebut mencatat telah memiliki 100  outlet Kebab Turki Baba Rafi yang tersebar di 16 kota di Indonesia.  Tidak hanya di Jawa, tapi juga di Bali, Sumatera, Sulawesi, dan  Kalimantan.
Ke depan, Hendy berencana mengembangkan usahanya itu ke  luar negeri. Dua negara yang diincar adalah Malaysia dan Thailand. “TV  BBC London dan majalah Business Week International pernah meliput usaha  saya tersebut. Setelah itu, ada orang yang menawari saya membuka outlet  di Trinidad & Tobago serta Kamboja,” jelasnya.
Sukses bisnis  kebab waralaba Hendy itu juga menghasilkan berbagai award, baik dari  dalam maupun luar negeri. Di antaranya, ISMBEA (Indonesian Small Medium  Business Entrepreneur Award) 2006 yang diberikan menteri koperasi dan  UKM. Hendy juga ditahbiskan sebagai ASIA’s Best Entrepreneur Under 25  oleh majalah Business Week International 2006. Untuk meraih award  tersebut, dia bersaing dengan 20 kandidat pengusaha lain dari berbagai  negara di Asia.
Pria kalem itu juga mendapatkan penghargaan Citra  Pengusaha Berprestasi Indonesia Abad Ke-21 yang dianugerahkan Profesi  Indonesia. Kemudian, penghargaan Enterprise 50 dari majalah SWA untuk 50  perusahaan yang berkembang dalam setahun terakhir. Serta, di pengujung  2006, majalah Tempo menobatkan Hendy menjadi salah seorang di antara  sepuluh tokoh pilihan yang mengubah Indonesia.
Apa yang akan  dilakukan Hendy selain mengembangkan usahanya ke mancanegara? Tampaknya,  dia ingin seperti raja komputer, Bill Gates. “Saya belajar dari para  pengusaha sukses. Salah satunya, Bill Gates. Dia bisa mendirikan  kerajaan Microsoft, meski tidak tamat sekolah. Jadi, intinya, untuk  menjadi orang sukses, tidak harus memiliki gelar akademis dan indeks  prestasi (IP) tinggi,” tegasnya lalu tertawa.
Sumber  
Informasi Laptop, Komputer, Virus, Jual-Beli Bekas, click here!
