Rudik Setiawan, Pemilik Tahu Pelangi: Tahu juga bisa maju


SEKILAS, TAK ADA perbedaan antara kemasan Tahu Pelangi milik Rudik Setiawan dengan produk tahu lainnya. Namun, apa yang ada di benak Anda bila mengetahui bahwa tahu itu tahu organik? Gencarnya kampanye hidup sehal di antaranya dengan mengonsumsi bahan pangan organik meningkatkan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya produk organik. Sekantung tahu organik di supermarket kendati sedikit lebih mahal harganya akan segera menjadi pilihan konsumen, terutama ibu-ibu yang peduli akan kebutuhan nutrisi keluarga. Dan, ibu-ibu kalangan menengah ke atas inilah yang menjadi sasaran Rudik, pemuda kelahiran Malang, 1984.

Siapa yang menyangka bahwa pabrik tahu miliknya dapat menghasilkan omzet yang luar biasa, Rp3-4 juta per hari? Sungguh sebuah pencapaian istimewa dari seorang mahasiswa magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang berumur 26 tahun. Apalagi kalau mengingat bahwa bahan baku bisnisnya hanyalah kedelai. Bukan kejutan bila setumpuk penghargaan telah dikantonginya, antara lain Juara II Tingkat Nasional Wirausaha Muda Mandiri Kategori Alumni dan Pascasarjana Bidang Industri dan Jasa. Bisnis tahu yang sederhana, hanya memproduksi dan memasarkan saja, mampu membuat nama anak muda dari Desa Klampok, Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini mulai dikenal banyak orang.

NILAI TAMBAH ORGANIK
Untuk sebagian orang, tahu adalah komoditas. Makanan rakyat kelas bawah yang hanya populer dijual di pasar-pasar tradisional. Bisnis tahu pastinya dianggap tak gurih, karena dikategorikan bahan pangan murah yang tak
bisa diberi nilai tambah. Mernang, kedelai sebagai bahan baku tahu sangat bermanfaat untuk kesehalan. Namun, cobalah memproduksi tahu dari kedelai organik. Penambahan sederhana ini memberi nilai tambah yang tak terbayangkan untuk sepotong tahu. Apalagi kampanye serba-organik tengah melanda dunia, termasuk di Indonesia. Kalau sudah begitu, Anda bisa sedikit leluasa memegang harga.
Cobalah memproduksi tahu dari kedelai organik. Penambahan sederhana ini memberi Nilai tambah yang tak terbayangkan untuk sepotong tahu.

Namun, dengan pemikiran kreatif itu pun tak banyak orang yang cepat mendukung usaha Rudik memproduksi tahu organik. Masalahnya apa lagi kalau bukan bahan yang diperlukan untuk membuat tahu organik terhitung mahal, sementara keuntungannya hanya 15 hingga 20 persen. Rudik bergeming, tetap yakin pada intuisinya. Buktinya, kini empat kuintal kedelai organik habis setiap harinya untuk memproduksi 2.000-2.500 potong tahu. Dengan brand lahu Pelangi, tahu organik ini tak hanya bisa dijumpai di pasar tradisional. Supermarket-supermarket di Malang pun dimasuki Rudik, supaya ibu-ibu kelas menengah-atas yang banyakjumlahnya dapat menjadi pelanggan setianya.
la benar. Keyakinan bahwa konsumen makin mementingkan sisi kesehalan dari produk yang dimakan membuat tahu organik buatan ITRDS (Industri Tahu Rudik Setiawan) laris manis di pasar. Tahu organik dianggap lebih sehal karena proses pembuatannya tidak menggunakan bahan kimia. Penampilannya pun tidak terlihal putih dibanding tahu biasa karena tidak menggunakan pemutih. Keunggulan lainnya, tahu organik cepat mekar saat digoreng sehingga proses penggorengan bisa lebih cepat.
Dalam sistem produksi, Rudik memilih air berkualitas, sementara untuk menekan biayanya, ia merandang sendiri mesin penggiling yang lebih efisien. Begitu juga dengan pola pengemasan produk. “Saya habiskan waktu beberapa minggu untuk bisa menemukan teknik pembungkusan tahu agar awet dan menarik,” kata Rudik.
Seiring dengan semangat organik yang peduli akan lingkungan, limbah produksi diusahakan Rudik supaya ramah lingkungan, la membuktikannya dengan sedikit treatment, limbah yang dialirkan ke sawah milik orangtuanya, menghasilkan volume produksi padi yang lebih baik. “Saya juga mulai mengembangkan limbah itu menjadi nata desoya dan biogas,” katanya. Setelah terpilih sebagai pemenang Wirausaha Muda Mandiri, Rudik memang sering dikirim oleh Bank Mandiri untuk mengikuti sejumlah pelatihan pengembangan usaha dan pameran untuk mempromosikan produknya. Dengan begitu, ia semakin terlatih dalam sistem pengelolaan bisnis profesional.

BIODATA
RUDIK SETIAWAN
Malang, 4 Oktober 1984
Pendidikan
S1 Matematika, Universitas Brawijaya, Malang
S2 Agribisnis, Universitas Muhammadiyah, Malang
Nama Usaha
Industri Tahu RIDS
Website: itrds.blogspot.com
Alamat: J1. Kedondong 99, Ds. Klampok Singosari, Malang, Jawa Timur
Penghargaan
2001 Juara I Inovator Bisnis Pemuda oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga RI
2009 Pemenang II Wirausaha Muda Mandiri Kategori Mahasiswa Pascasarjana & Alumni Usaha
2010 Finalis Tingkat Nasional Comunity Enterprise Competition oleh British Council

DARI ‘BAKUL’MENJADI ‘JURAGAN’
Tentu saja inovasi membuat tahu organik tidak jatuh dari langit. Sejak belia Rudik telah menjadi bagian dari proses produksi tahu konvensional dengan berbagai problemanya. Desa Klampok, tempat ia bermukim, telah menjadi sentra pengusaha tahu selama sertahun-tahun. Karena itulah ia bisa memperoleh ide untuk membuat lompatan dari tahu biasa ke tahu organik.
Sepuluh tahun lalu ia mengajak sejumlah teman di desanya untuk membuka usaha produksi tahu. Dengan modal awal Rp25 juta, usaha itu mengundang cukup laba. Sayangnya, karena berbagai masalah, termasuk harga bahan baku kedelai yang naik turun, bisnis itu pun hancur pada awal 2004.
Kehancuran itu menjadi titik balik kesuksesan Rudik. Bukannya kapok, justru pada Mei 2004, ia kembali memproduksi tahu. Pilihannya adalah tahu organik. Kejatuhan pada masa dulu, ia anggap sebagai pengalaman yang amat berharga.
“Tidak ada kata gagal dalam bisnis,” kata Rudik, bersemangat, “Yang ada cuma rugi saja. Biasanya kita rugi materi. Tapi di balik itu saya mendapatkan keuntungan immaterial, misalnya sikap mental, pengalaman, relasi, dan sebagainya yang tidak bisa dihargai dengan uang. Jadi semua kerugian merupakan investasi untuk masa mendatang.”

Ia meneliti teknik pembungkusan tahu agar awet dan menarik.

Menurut Rudik, konsep bisnisnya yang berawal dari tahu sangat sederhana, dan dengan demikian mudah dipasarkan. Persoalannya hanyalah nilai tambah, yang dengan tekun dicarinya melalui literatur dari perpustakaan atau sating berbagi dengan kelompok civitas akademika di kampus–dari teman sampai dosen. “Pengalaman kita memang berharga. Tapi, pelajari juga pengalaman orang lain. Caranya, banyak membaca buku dan cerita dari pengusaha lain,” kata Rudik membagi resepnya.
Modal terbesar Rudik, menurut pandangannya sendiri, bukanlah uang. la pernah bangkrut, bahkan punya utang puluhan juta rupiah. Modalnya adalah jaringan pasar, kepercayaan diri, dan dipercaya orang. Itulah yang membuatnya bangkit. Rudik yang selagi kuliah Bering dipanggil Takul tahu’ (artinya penjual tahu), memang punya rasa percaya diri yang tinggi. Inilah yang membuatnya bisa membelokkan panggilan itu, dari ‘bakul’ menjadi ‘juragan’ tahu.
Dari dulu sampai sekarang, pria kelahiran 1984 itu dengan senang hali melayani pesanan orang-orang di kampusnya. “Sedikit maupun banyak langsung saya bawa ke kampus,” ucap pehobi utak-atik elektronik dan komputer itu.

DISALAMI MENTERI GARA-GARA TAHU
Menyadari bahwa usaha tahunya kian maju, Rudik menularkan naluri bisnisnya kepada saudara-saudara dan orangtuanya. Istrinya pun diserahi dua bisnis depot makanan. Suplai makanan berbahan baku tahu tentu dari pabriknya. Anak muda ini sebenarnya dulu ingin menekuni bidang teknologi informasi–maka ia kuliah S-1 di Jurusan Matematika dan pernah membuka toko komputer–tetapi kini ia benar-benar mengandalkan hidupnya dari tahu.

Dengan sedikit treatment, limbah tahu justru dapat meningkatkan produksi padi.

Rudik membagi produksi tahunya ke dalam beberapa kategori: tahu iris besar, iris kecil, dan stik tahu. Tahu iris besar dijual dengan harga Rp1.700-2-000 per potong untuk industri makanan yang biasanya diolah kembali dan tahu iris kecil dijual dengan harga Rp2.000-2.500 per potong untuk konsumsi rumah tangga, la juga menjual potongan tahu bagian pinggir atau disebut stik tahu–yang sebenarnya merupakan sisa potongan tahu. Tiap 400 gram dihargainya Rp1.500.
Sampai kini Rudik merasa beruntung telah memilih tahu sebagai sumber nafkahnya. Sebab, selain populer, kondisi alam di sekitar tempatnya tinggal juga sesuai untuk bisnis tahu. Misalnya, banyak ditemukan sumber air dengan produksi yang relatif besar karena untuk memperoleh hasil yang maksimal, tahu membutuhkan banyak air.
Rudik juga terus berusaha membuat berbagai inovasi untuk membuat kinerja industri rumah tangganya berjalan efisien. Mulai dari jam kerja karyawan, penataan ruangan pabrik, sampai peralatan yang dipakai. Suami dari Suliyastuti itu berpendapat, karyawan akan bekerja maksimal kalau jam kerja diatur sedemikian rupa.

Dengan mengandalkan ilmu yang dipelajari semasa kuliah, ia memodifikasi peralatan menggiling sehingga dapat menekan biaya produksi.

Untuk memasarkan tahu, ia rajin membuka pasar-pasar baru dan “menjemput bola” dengan berjualan keliling agar pelanggan tidak sulit membeli tahu. Tentu saja ia juga bermitra dengan jejaring-jejaring agribisnis yang telah dirintisnya sejak satu dekade lalu.
la juga mempelajari storage management dengan menata peralatan secara rapi. Alat untuk menggiling kedelai, tungku untuk proses penguapan, sampai rak tahu yang sudah jadi, disusun secara berurutan. Rudik juga memperluas ruangan tempat pembuatan tahu. Dengan mengandalkan ilmu yang dipelajari semasa kuliah, ia memodifikasi peralatan menggiling sehingga clapat menekan biaya produksi. Bila membeli, ia harus mengeluarkan uang sampai RpI,5 juta. Tapi alat modifikasinya hanya membutuhkan biaya Rp300 ribu. “Waktu pakainya pun cukup lama, alat penggiling itu bisa dipakai sampai 5-6 bulan,” ungkap sarjana Matematika itu.
Meskipun tidak bersekolah di jalur yang sesuai untuk pekerjaannya, namun Rudik beranggapan bahwa pendidikan tinggi merupakan hal yang sangat penting. Menurutnya, pendidikan membuat orang lebih mudah berinovasi dan mengembangkan teknologi untuk bisnisnya, entah itu untuk efisiensi dan efektivitas produksi, distribusi, dan pemasaran. “Walau sepintas tak berhubungan, justru ilmu Matematika yang saya peroleh di bangku kuliah membuat saya lebih dapat mengaplikasikan kemampuan menganalisis, memetakan, dan menghitung bisnis. Karena itu, sarjana apa pun sebenarnya bisa berwirausaha.”
“Gara-gara tahu saya bisa disalami menteri dan orang terkenal,” imbuh Rudik. Dan ia berkeras disebut sebagai wirausahawan. “Wirausahawan beda dengan pengusaha. Kalau pengusaha, dia sudah puas dengan apa yang didapatnya sehingga banyak yang mentok. Sementara wirausahawan, terus berinovasi, kreatif, dan tahan banting,” katanya.

TESTIMONI
Q: Bagaimana membina hubungan dengan pelanggan Anda, khususnya menghadapi selera mereka yang berbeda-beda?
A: Kepuasan pelanggan merupakan kunci keberhasilan pasar. Caranya dengan membuat berbagai produk sesuai permintaan pasar dan pastinya menguntungkan. Setiap tahun semua pelanggan besar mendapat royald sebagai tanda terima kasih dan jalinan hubungan kerja yang menguntungkan, sekarang dan di masa mendatang.
Q: Apakah Anda pernah mengalami kegagalan dalam berusaha?
A: Tidak ada kata gagal dalam bisnis. Yang ada cuma rugi saja. Umumnya yang dialami adalah kerugian materi, tetapi di baliknya saya mendapatkan keuntungan nonmaterial, misal sikap mental dan pengalaman relasi yang tidak bisa dibeli. Jadi sernua kerugian merupakan investasi untuk masa mendatang. Tetapi, jika kita berhenti menjadi entrepreneur, itulah kegagalan terbesar dalam bisnis apa pun.

“Jika seorang pengusaha ingin bisa lebih inovatif kreatif, dia harus terus mencari ilmu dan mengembangkan diri. Pendidikan tinggi mutlak bagi semua orang, apalagi pengusaha. Orang yang berpendidikan lebih mudah berinovasi dan dapat mengembangkan teknologi.”


Tips
HUKUM WIRAUSAHA #9
Mengisi Ceruk Pasar

“Kebanyakan hal penting di dunia berhasil dicapai oleh orang yang terus berusaha ketika tampaknya tak ada harapan sama sekali.
— Dale Carnegie

JANGAN MENGIRA BAHWA karena tinggal di kota kecil, atau daerah yang belum maju, lantas kita tidak bisa berwirausaha. Sudah banyak entrepreneur sukses yang justru mengembangkan wilayahnya, memajukan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, bahkan menggagas kemandirian di daerahnya. Seorang pelaku usaha di daerah atau kota yang tidak terlalu besar tidak perlu kecewa karena dia bisa menjadi pengisi ceruk pasar.
Ceruk pasar bukannya area yang tidak potensial. Biasanya market leader sudah berada di tangan perusahaan-perusahaan global atau nasional, yang ditempel ketat oleh perusahaan-perusahaan nasional yang sudah memiliki modal kuat. Pelaku lokal yang terjepit Bering kali merasa tidak mendapat tempat. Padahal, kita tetap dapat mengisi pasar, sepanjang perilaku kita bukanlah perilaku ikon teri yang merasa layak menjadi santapan ikon-ikon besar. Untuk itu diperlukan kejelian melihat ceruk mana yang clapat kita isi dan manfaatkan.
Ingatlah setiap awal belum tentu menjadi akhir. Berikut ini tips bagi Anda yang ingin menjadi pengisi ceruk pasar:
  • Carilah produk yang sulit untuk dipasarkan oleh perusahaan berskala nasional. Produk seperti ini biasanya timbul dari usaha yang secara ekonomis tidak cukup besar untuk dijalankan oleh perusahaan nasional karena mahalnya biaya logistik. Atau produkyang dalam proses produksi maupun distribusinya membutuhkan teknologi yang tidak sebanding dengan harga jualnya. Tahu, camilan lokal, oleh-oleh, kerajinan khas daerah, dan lain-lain, adalah salah satu contoh produk yang memiliki kemampuan untuk diperdagangkan dalam ceruk-ceruk pasar.
  • Pilihlah produk yang meskipun terkesan kecil, namun dapat menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Atau, produk yang meski jumlahnya kecil, tetapi dapat memiliki nilai tambah yang tinggi. Usaha tahu yang dipilih Rudik jelas tidak sulit dipasarkan karena semua orang mengenalnya sebagai bahan makanan yang biasa digunakan sehari-hari.
  • Dalam pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan produk. Dengan demikian Anda dapat menciptakan keunikan-keunikan baru yang sangat dibutuhkan namun tidak pernah dipikirkan orang lain. Misalnya tahu organik serta pemanfaatan limbah tahu untuk energi dan penyuburan tanaman. Hal-hal seperti ini tidak bisa dilakukan oleh pengusaha tahu konvensional yang hanya menggunakan tahu sebagai kegiatan usaha yang menjadi tumpangan hidupnya sehari-hari.
  • Pada ceruk yang sama dapat dilakukan ekspansi wilayah, dengan memperhalikan pasar-pasar yang berada di sekitar pasar inti, yaitu kota-kota yang income perkapitanya mengalami kenaikan.
  • Ekspansi pada bagian hilir produksi dalam bentuk produk-produk turunan lanjutan, seperti kuliner atau jasa. Hal ini dibutuhkan mengingat tahu adalah produkyang memerlukan kesegaran karena lifetime-nya singkat.
  • Carilah lokasi yang harganya mudah dan mudah dijangkau oleh konsumen. Tetapi ingatlah, lokasi yang mahal hampir tidak penting lagi karena sekarang masyarakat sudah terhubung dengan teknologi informasi. Setiap saat orang dapat menelepon dan menggunakan internet dengan mudah. Akses menjadi lebih penting daripada lokasi fisik.

Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 2: Kisah Inspiratif Anak-anak Muda Menemukan Masa Depan dari Hal-hal yang Diabaikan Banyak Orang. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.


AYITIBOX INDONESIA 'Kalau Situs Lain Sibuk Menjual, Disini Royal Membeli'