Banyak kesulitan, kalau Allah berkehendak, maka kesulitan itu tidak
jadi masalah buat kita. Banyak permasalahan, kalau Allah berkehendak,
maka permasalahan itu tidak jadi masalah buat kita.
Sebab
kesulitan dan permasalahan hadir, tentunya kehendak Allah juga. Lagipun
Allah yang kasih soal, Allah pula yang kasih jawabannya.
Penduduk
negeri ini, secara makro, alhamdulillah masih punya ketahanan mental
yang bagus. Masih shalat, masih puasa, masih ngaji, masih zikir, masih
punya rasa hormat, masih sedekah di saat kesulitan, dan lain-lain sifat
positif.
Sehingga alhamdulillaah segala kenaikan harga dan
hilangnya barang bahkan, di bulan suci Ramadhan ini relatif tidak jadi
keributan nasional yang mengarah kepada anarki.
Mudah-mudahan momentum berpuasa tambah menjadikan kita semua kuat, sabar, ikhlas, dan tenang menghadapi situasi apapun.
Namun
sebagai renungan, sesungguhnya, secara mikro, secara individu-individu,
manusia Indonesia, rasanya punya ujian masing-masing.
Ada yang
punya hutang tak terbayar, ada yang belum kunjung menikah, ada yang
sedang diuji dengan kesehatannya, ada yang sedang diuji dengan rumah
tangganya.
Ada yang sedang diuji dengan anak keturunannya, ada
yang sedang diuji dengan sekolah dan kuliahnya, pekerjaan dan usahanya,
dan ada yang diuji dengan Patungan Usahanya, he he he. Itu saya ya? He
he he.
Maka bila itu terjadi, coba lihat hak-hak Allah.
Jangan-jangan hak-hak Allah selama ini terabaikan. Kurang terpenuhi
dengan baik. Penuhi hak-hak Allah, maka Allah akan lebih perhatikan kita
semua.
Tapi bila kita mau sedikit merenungi hak-hak Allah, atau
kewajiban kita kepada Allah, sampai ke perbuatan-perbuatan yang Allah
senangi (mustahab/sunnah), rasanya kita akan jatuh satu demi satu.
Sehingga boleh jadi situasi sulit dan permasalahan yang terjadi, terdengar seperti peringatan bagi kita.
“Dan kami timpakan sebagian azab dunia kepada mereka sebelum datang azab yang besar, supaya mereka kembali.” (as Sajdah: 21).
Kalau
kita ambil garis lurus, kehidupan sehari-hari, selama 24 jam, maka kita
bakal tahu betapa kita sungguh telah banyak menyimpang.
Allah
menyuruh kita bangun malam, sebagai amalan awal, yang Allah sangat
sukai, termasuk witir. Lalu Allah mendatangi kita, dan menunggu kita
datang, untuk sujud, ruku, dan berdoa kepada-Nya.
Tapi apa yang terjadi? Kita mengabaikan. Tidak menaruh perhatian sangat. Seadanya. Malah cenderung bener-bener melupakan.
Allah menyuruh kita beristighfar di waktu sahur, baca Qur’an jelang shubuh, plus puncaknya shalat shubuh berjamaah di masjid.
Ternyata segala amalan yang menjadi hak Allah di awal pagi ini, plus amalan yang Allah sukai, sudah berantakan.
Bagaimana
dengan amalan di pagi, siang, sore, dan malam hari? Seperti dhuha,
shalat berjamaah setiap waktu, bersedekah, bertasbih pagi dan petang,
bershalawat, berzikir, berbuat baik. Bisa-bisa skornya jelek sekali.
Belum
lagi soal maksiat kita, soal dosa kita, soal kita yang senang menyakiti
orang, senang membuat orang rugi, cara kita mencari rizki, dan lain
sebagainya, yang menambah penilaian wajar: Wajar jadi orang susah.
Kembalilah kepada Allah. Penuhi hak-haknya Allah. Insya Allah, Allah akan membantu kita di setiap keadaan. Salam.
ditulis oleh : Ustaz Yusuf Mansur, dikutip dari : REPUBLIKA.CO.ID