Menyikapi Rasa Takut pada Diri Kita

TAKUT adalah hal yang manusiawi. Setiap orang pasti pernah dihinggapi oleh perasaan takut. Hanya saja motif, varian, dan karakter rasa takut seseorang berbeda satu sama lain. Hal ini tergantung pada latar belakang kehidupan, pendidikan, kultur lingkungan dan kepribadian diri kita masing-masing. Pengemudi pemula mungkin merasa takut ketika melintasi medan penuh tanjakan dan tikungan tetapi bagi yang sudah mahir menganggap medan tersebut hal yang biasa saja.

Takut merupakan salah satu zona yang tak terelakkan dalam menjalani kehidupan yang situasional. Selain zona takut, ada pula zona aman dan zona berani.
Zona aman merupakan zona yang memberikan kita kenyamanan -- bebas dari keterancaman. Ketika kita bekerja dibawah tekanan kebijakan manajemennya yang buruk, kita sering enggan untuk melakukan protes atau tindakan melawan lainnya. Kita takut dari kemungkinan di-skorsing atau diberhentikan dari tempat kita bekerja. Kita sepakat mencari aman saja walaupun konskuensinya kita kehilangan peluang untuk maju dan berkembang. Orang-orang yang suka memilih zona aman adalah orang yang tidak siap menghadapi tantangan dan cepat puas dengan kemapanan.

Akan tetapi perlu diingat bahwa kita tidak selamanya bisa bertengger di zona aman. Ada kalanya kita terpaksa atau dipaksa keluar dari zona aman. Jika demikian adanya, maka kita akan berhadapan dengan dua kemungkinan yaitu (1) kita akan menghadapinya dengan ketakutan yang berlebihan atau (2) kita akan menghadapinya dengan penuh keberanian. Rasa takut muncul ketika kita menghadapi sesuatu yang telah kuat dan mengancam kenyamanan kita sehingga kita berada pada posisi lemah/ tak berdaya. Sebaliknya, jika sesuatu yang kita hadapi lebih lemah dan kita yakin mampu menghadapinya maka kita berubah menjadi berani.

Di samping bersifat individual, rasa takut juga berlaku umum untuk setiap orang. Ada beberapa rasa takut yang lazim dirasakan orang pada umumnya, misalnya takut terhadap kegagalan, takut terhadap kehilangan, takut terhadap resiko, takut terhadap ketidakpercayaan diri dan takut akibat prasangka buruk. Kelima ketakutan ini muncul dengan latar belakang pendorong yang berbeda-beda.

Takut terhadap kegagalan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, trauma kegagalan masa lalu, tidak memiliki kepercayaan diri yang memadai, membesar-besarkan situasi dan mencari dukungan orang yang mengalami kegagalan serupa, malu dipandang remeh jika gagal lagi. Takut terhadap resiko bermula dari salah menafsirkan kemampuan diri, tidak jujur, dan tidak proposional dalam mengakui kelebihan dan kelemahan yang kita miliki. Takut terhadap kehilangan disebabkan oleh (1) kepemilikan mendalam terhadap harta benda, (2) harta benda dianggap kekuatan proteksi, (3) perhatian dan kasih sayang dianggap kekuatan, (4) rekan bisnis, jabatan, jaringan kerja dianggap sebagai penunjang eksistensi, (5) sesuatu yang hilang seolah tak tergantikan. Ketakutan sebagai akibat prasangka buruk muncul karena kita tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup, kita pernah melakukan kesalahan, memiliki kelemahan yang diketahui orang lain, kita merasa lemah tak berdaya, kita menyimpan rahasia tertentu yang akan melukai perasaan seseorang. Takut terhadap ketidakpercayaan diri disebabkan oleh perasaan rendah diri dan kurang percaya diri. Perasaan rendah diri berkaitan dengan anggapan diri sendiri tak memiliki kemampuan yang berarti dan merasa diri kurang berharga. Kurang percaya diri berhubungan dengan keraguan terhadap kemampuan diri ketika menghadapi situasi tertentu.

Menyikapi Rasa Takut

Pada dasarnya orang akan berusaha menghindarkan diri dari rasa takut dalam hidupnya. Karena rasa takut menghambat perkembangan kita dan berpotensi menghentikan upaya kita dalam menghadapi situasi apa pun. Menurut Gunawan (2009), ada tiga hal yang dilakukan seseorang dalam menyikapi rasa takut. Pertama, bersikap masa bodoh, tidak peduli, cuek, tidak memberi tanggapan sama sekali. Kedua, memberikan tanggapan yang berlebih-lebihan terhadap rasa takut itu. Ketiga, memanfaatkan ketakutan sebagai sumber kekuatan.

Kalau kita menyikapi rasa takut seperti pada opsi pertama dibutuhkan keberanian dan kepercayaan diri yang luar biasa. Karena cara pandang ini menganggap segala sesuatu serba enteng, tanpa beban, dan santai padahal sebenarnya menakutkan. Kebanyakan tipe pemilih opsi ini sebenarnya memiliki kepercayaan diri yang rapuh, namun ia memanipulasinya dengan berpura-pura gagah dan tabah. Cara pandang ini mengabaikan resiko kesalamatan diri karena tidak memiliki langkah strategis dalam menghadapi kemungkinan resiko yang muncul. Lebih bahaya lagi, jika cara pertama ini tidak dilandasi motif yang jelas maka kekalahan siap menunggu. Namun dalam keadaan darurat, ketika muncul sebuah motif yang luar biasa kuat, maka keberaniannya bisa menjadi luar biasa.

Cara pandang kedua menempatkan kita pada situasi yang menimbulkan ketakberdayaan dan kepanikan yang terus-menerus. Pesimis yang berlebihan akan memberi kesan mempermalukan dan merendahkan diri dalam kepasrahan total dengan emosional yang tak terkendali. Bahkan tidak jarang irasional dan menempatkan diri tak berdaya sama sekali karena terlalu memikirkan kemungkinan terburuknya tanpa memikirkan solusi atas permasalahannya.

Cara pandang ketiga yaitu memanfaatkan rasa takut sebagai sumber kekuatan. Sebenarnya, rasa takut merupakan reaksi yang memberikan sinyal kehati-hatian dan kewaspadaan pada diri kita. Cara pandang ini membantu kita dalam memahami faktor penyebab timbulnya rasa takut dan bagaimana mengontrolnya sehingga kita menjadi lebih tenang meskipun dalam kondisi paling tertekan sekalipun. Namun demikian, motif tetap menjadi landasan utama keberanian kita. Bedanya, cara ketiga ini telah memperhitungkan skenario terburuk yang timbul ketika kita keluar dari zona aman termasuk waspada terhadap kegagalan atau kekalahan yang mungkin terjadi.

Dibandingkan dengan cara pandang sebelumnya, cara pandang ketiga terlihat lebih rasional dan sistematis karena ada mekanisme antisipasi berurutan mulai dari identifikasi, klasifikasi, verifikasi sampai melakukan tindakan rasional terhadap kondisi rasa takut. Oleh beberapa pakar, konsep ini kemudian diturunkan menjadi lebih detail dalam bentuk saran yang bersifat praktis dan aplikatif. Sejumlah upaya praktis dan aplikatif yang disarakankan ketika kita menghadapi rasa takut meliputi (1) identifikasi rasa takut itu, (2) berdayakan rasa takut untuk melihat kelemahan/ keterbatasan kita, (3) siapkan diri terhadap antisipasi kemungkinan resiko paling buruk, (4) ukurlah kekuatan dan kelemahan kita secara jujur terhadap kemungkinan resiko yang akan terjadi, (5) tentukan motif yang melandasi kita untuk menghadapi situasi tertentu termasuk untung rugi atau tindakan yang akan diambil, (6) optimalkan rasa percaya diri kita dengan menanamkan keyakinan bahwa kita mampu menghadapi situasi itu, (7) jangan ragu berbagai cerita tentang rasa takut yang dialami kepada teman atau orang yang kita percayai, (8) segera bertindak hadapi rasa takut dengan segala potensi yang kita miliki, dan (9) kerahkan secara mati-matian potensi yang kita miliki ditambah keyakinan secara maksimal untuk menghadapi situasi apapun yang ada dihadapi kita. Ketentuan ini berlaku baik dalam mengantisipasi ketakutan yang bersifat umum maupun pribadi untuk menjadi pemberani yang tulen.

I Ketut Serawan
Sumber

Informasi Laptop, Komputer, Virus, Jual-Beli Bekas, click here!