Satu lagi film motivasi bertemakan perjuangan buatan anak negeri yang akan segera tayang di bulan mei 2013 ini. Adalah film SANG KIAI buatan Rumah produksi Rapi Film, yang
mengangkat kisah perjuangan sosok Hadratusy Syaikh
KH Hasyim Asy’ari, ulama besar tanah air yang juga kakek Gus
Dur sekaligus pendiri Nahdatul Ulama (NU), selain juga dikenal sebagai
tokoh perjuangan pesantren Tebu Ireng, Jombang.
Film ini menggambaran ketokohan dan
perjuangan KH Hasyim Asy’ari di tengah umat pada periode 1942 – 1950
yang coba disajikan dengan lengkap dalam film tersebut. Beberapa aspek
dalam kehidupan KH Hasyim juga ditampilkan, seperti saat beliau
mendirikan Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, peristiwa beliau
ditangkap dan dipenjarakan di Jombang, hingga keluarnya Resolusi jihad
yang memicu terjadinya pertempuran Surabaya yang kemudian diperingati
sebagai Hari Pahlawan.
Sang sutradara Rako menyebutkan bahwa
film Sang Kiai ini berisi tentang peran serta semangat sang kiai dalam
mempertahankan kemerdekaan dan melawan penjajah yang timbul karena
spiritual keagamaan, khususnya Islam. Selama ini unsur tersebut kurang
diperhatikan dan diangkat dalam tema film perjuangan. KH Hasyim Asy’ari
merupakan tokoh Pesantren Tebu Ireng dan salah satu sosok sentral dalam
peletakan dasar batu kemerdekaan Indonesia. Beliau menjadi panutan pada
tahun 1942-1947 dalam menentukan arah dan pengerahan massa santri
“pejuang” dalam melawan sekutu. Dengan fatwanya “Resolusi Jihad”, KH
Hasyim Asy’ari mengimbau dan mengajak para santri pejuang untuk berjihad
fisabillilah melawan penjajah yang kemudian melahirkan peristiwa perang
besar yang dikenal sebagai Hari Pahlawan 10 November 1945.
Menurut sutradara film Sang Kiai, Rako Prijanto, pemilihan setting waktu
pada era itu merupakan usulan Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU).
Sebagai tokoh sentral saat itu, kata Rako Prijanto, KH Hasyim Asy'ari
merupakan penentu arah dalam pengerahan massa santri dalam melawan
penjajah.
“Hasyim Asy’ari adalah tokoh kunci dalam menggerakan santri-santri
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Dengan film ini, kami
ingin menggambarkan tokoh KH Hasyim Asy’ari dan cara perjuangannya
dengan pendekatan spiritual karena tidak banyak orang tahu tentang
perjuangan beliau,” kata Rako Prijanto di Jakarta.
“Beliau-lah yang menyulut rasa kebangsaaan santri-santrinya di
Tebuireng untuk berperang melawan penjajah yang dikenal dengan resolusi
jihad yang terjadi diantara 1942-1947. Semangat resolusi jihad itu
akhirnya menjalar ke masyarakat umum yang ujung-ujungnya menyulut
terjadinya perang tanggal 10 November 1945 dengan puncaknya terjadi
perobekan bendera Merah Putih Biru menjadi Merah Purih di Hotel Oranye
Surabaya,” Rako Prijanto menambahkan.
Sisi menarik lain yang akan ditampilkan dalam film ini, yakni adanya
gambaran mengenai proses masuknya pelajaran umum ke Pesantren Tebuireng.
Padahal, saat itu, pendidikan masih dianggap sebagai kemungkaran karena
dibawa oleh Kolonial Belanda.
“KH Hasyim Asy’ari adalah seorang kyai yang sangat mementingkan
nilai-nilai keagamaan, pendidikan dan persatuan bangsa dalam mendidik
santri-santri di pesantrennya. Dalam memberikan pengajaran, beliau tidak
hanya memberi pelajaran agama tetapi juga menjadi pelopor masuknya
pelajaran umum ke pesantren Tebuireng, padahal pada waktu itu pendidikan
umum masih dianggap sebagai sebuah kemungkaran,” kata Sunil Samtani
selaku produser film Sang Kyai dari Rapi Films di Jakarta.
Sunil Samtani menambahkan Rapi Films sangat bangga bisa memproduksi
film yang menggambarkan sosok KH Hasyim Asy’ari. Film ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan moral terhadap masyarakat Indonesia terutama
kaum muda yang akan menjadi tulang punggung Indonesia di masa yang akan
datang.
“Izin dari keluarga besar KH Hasyim Asy’ari dan Nahdatul Ulama sudah
kami dapatkan karena mereka mengerti bahwa tujuan kami memfilmkan
pendiri beliau adalah sebagai pendidikan moral terhadap bangsa akan
pentingnya persatuan bangsa dan pendidikan untuk kemajuan bangsa,” kata
Sunil.
Film ini menghabiskan dana lebih dari Rp 10 miliar. Aktor Ikranagara
akan memerankan KH Hasyim Asy'ari, Christine Hakim sebagai Nyai Kapu
(istri KH.Hasyim Asy’ari), Agus Kuncoro sebagai Wahid Hasyim (anak KH
Hasyim Asy’ari), Adipati Dolken sebagai Harun (tokoh fiktif), dan Dimas
Aditya sebagai Husyein.
Proses pengambilan gambar sendiri sudah dilakukan di beberapa kota
yakni di Kediri, Nggondang klaten, Solo, Ambarawa, dan Semarang.
SYNOSIS:
Pendudukan Jepang ternyata tidak lebih baik dari Belanda. Jepang mulai
melarang pengibaran bendera merah putih, melarang lagu Indonesia Raya
dan memaksa rakyat Indonesia untuk melakukan Sekerei.
KH Hasyim
Asyari sebagai tokoh besar agamis saat itu menolak untuk melakukan
Sekerei karena beranggapan bahwa tindakan itu menyimpang dari aqidah
agama Islam. Menolak karena sebagai umat Islam, hanya boleh menyembah
kepada Allah SWT. Karena tindakannya yang berani itu, Jepang menangkap
KH Hasyim Asyari.
KH Wahid Hasyim, salah satu putra beliau
mencari jalan diplomasi untuk membebaskan KH Hasyim Asyari. Berbeda
dengan Harun, salah satu santri KH Hasyim Asyari yang percaya cara
kekerasanlah yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Harun menghimpun
kekuatan santri untuk melakukan demo menuntut kebebasan KH Hasyim
Asyari. Tetapi harun salah karena cara tersebut malah menambah korban
berjatuhan.
Dengan cara damai KH Wahid Hasyim berhasil
memenangkan diplomasi terhadap pihak Jepang dan KH Hasyim Asyari
berhasil dibebaskan.
Ternyata perjuangan melawan Jepang tidak
berakhir sampai disini. Jepang memaksa rakyat Indonesia untuk
melimpahkan hasil bumi. Jepang menggunakan Masyumi yang diketuai KH.
Hasyim Asy'ari untuk menggalakkan bercocok tanam. Bahkan seruan itu
terselip di ceramah sholat Jum'at. Ternyata hasil tanam rakyat tersebut
harus disetor ke pihak Jepang. Padahal saat itu rakyat sedang mengalami
krisis beras, bahkan lumbung pesantren pun nyaris kosong. Harun melihat
masalah ini secara harfiah dan merasa bahwa KH. Hasyim Asy'ari mendukung
Jepang, hingga ia memutuskan untuk pergi dari pesantren.
Jepang kalah perang, Sekutu mulai datang. Soekarno sebagai presiden saat
itu mengirim utusannya ke Tebuireng untuk meminta KH HAsyim Asyari
membantu mempertahankan kemerdekaan. KH Hasyim Asyari menjawab
permintaan Soekarno dengan mengeluarkan Resolusi Jihad yang kemudian
membuat barisan santri dan masa penduduk Surabaya berduyun duyun tanpa
rasa takut melawan sekutu di Surabaya. Gema resolusi jihad yang didukung
oleh semangat spiritual keagamaan membuat Indonesia berani mati.
Di Jombang, Sarinah membantu barisan santri perempuan merawat korban
perang dan mempersiapkan ransum. Barisan laskar santri pulang dalam
beberapa truk ke Tebuireng. KH Hasyim Asyari menyambut kedatangan
santri- santrinya yang gagah berani..tetapi air mata mengambang di
matanya yang nanar