Kisah Tentang Penyapu Masjid

Perempuan hitam yang biasa menyapu masjid itu meninggal dunia. Nabi saw tidak diberi tahu oleh para sahabat akan kematiannya.

Maka, saat Nabi masuk masjid dan tidak melihatnya, beliau bertanya tentang perempuan itu, “Di mana dia dan apa kabarnya?” Para sahabat baru menyampaikan bahwa ia telah meninggal dunia.

Ada kesan para sahabat menganggap kecil urusan tersebut sehingga merasa tak perlu mengabarkannya kepada Nabi.
Nabi (marah seraya) berkata, “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku? Tunjukkan di mana kuburannnya!” Lalu, Nabi pun mendatangi kuburannya dan shalat (jenazah) di atasnya.

Kisah di atas disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan kitab-kitab hadis lainya. Maka, kisah di atas adalah sahih, tak ada keraguan.

Dalam riwayat Baihaqi, perempuan itu bernama Ummu Mihjan. (Lihat: Subulus Salaam). Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Pertama, betapa besar kecintaan dan perhatian Nabi terhadap umatnya.

Nabi sangat mencintai dan memperhatikan umatnya, baik laki-laki maupun perempuan, yang kaya maupun yang miskin, yang putih maupun yang hitam, dan yang tua maupun yang muda. (Baca QS at-Taubah: 128).

Kedua, pemimpin itu tidak hanya memperhatikan umatnya dari sisi urusan dunia, tapi juga yang lebih penting adalah urusan akhiratnya. (Lihat QS at-Tahrim: 6, al-Hajj: 41).

Ketiga, pentingnya shalat jenazah. Karena itu, boleh shalat jenazah di atas kuburan terkhusus bagi yang belum menshalatinya (Lihat: Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi).

Keempat, Islam tidak mengklasifikasikan manusia atas dasar status sosial, ekonomi, warna kulit, dan keturunan. Meski tukang sapu, hitam warna kulitnya, dan miskin, bila ia termasuk orang-orang yang bertakwa maka mulialah ia (Baca: QS al-Hujurat: 13).

Kelima, tidak boleh meremehkan orang lain karena kondisi keduniaannya. Nabi segera meluruskan sikap para sahabat yang ada kesan meremehkan urusan perempuan tukang sapu itu. Meremehkan seseorang bisa mengakibatkan kesombongan.
Keenam, keutamaan tawadhu. Orang yang mulia bukanlah orang tinggi hati dan meremehkan orang lain. Sebaliknya, yaitu orang yang rendah hati dan suka menghormati orang lain.

Cari di dunia ini kalau ada pemimpin yang mau menshalati jenazah seorang perempuan miskin tukang sapu di atas kuburannya selain Nabi Muhammad. Betapa rendah hatinya Nabi Muhammad ini. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepadamu ya Rasulallah.

Ketujuh, besarnya keutamaan orang yang memakmurkan masjid, baik laki-laki maupun perempuan. Kalau tukang sapunya saja sedemikian sangat dimuliakan hingga Nabi harus mencari kuburannya dan shalat (jenazah) di atas kuburannya, tentu mulia pula siapa saja yang memiliki peran yang sangat baik terhadap masjid.

Nabi bersabda, “Kalau kamu melihat ada orang yang suka ke masjid-masjid, saksikan bahwa ia benar-benar beriman.” (HR Tirmidzi). Bukan hanya itu, bahkan setiap langkah kaki orang yang menuju masjid semuanya bisa menghapus dosa dan mengangkat derajat.

Isra Mi’raj pun yang kita yakini sebagai mukjizat agung Nabi Muhammad ternyata tidak lain dan tidak bukan adalah merupakan perjalanan dari masjid ke masjid dan kembali lagi ke masjid.

Nabi berangkat dari Masjidil Haram, lalu ke Masjidil Aqsha, dan terus ke langit singgah di Baitul Makmur masjidnya para malaikat, lalu naik dan terus turun kembali ke Masjidil Haram.

Maka, siapa saja yang memakmurkan dan memiliki perhatian yang sangat besar terhadap masjid niscaya dimuliakan oleh Allah SWT. Wallahu waliyuttaufiiq.

ditulis oleh: Muhammad Syamlan dikutip dr: republika