Tak jarang ditemui beberapa profesional dalam usia produktif,
namun terasa “terengah-engah”, galau dan terbeban dalam meniti karier
dan menjalani pekerjaan. Sebaliknya, beberapa teman yang sudah dalam
usia pensiun, malahan tampak belum kehabisan nafas dan masih merasa
”terlalu muda” untuk tidak berkarier lagi. Ada teman yang karena
enerjinya begitu meluap-luap, malah diberi pekerjaan tambahan oleh
manajemen dan tetap terlihat tidak kehabisan tenaga.
Kita tentu
bertanya-tanya, apa yang menyebabkan mereka begitu berenerji tinggi,
seperti "tidak ada matinya"? Apakah ini terjadi di organisasi dengan career planning
yang baik dan teratur? Tidak juga! Ada tempat kerja di mana
manajemennya tidak bijaksana, namun tetap kita bisa melihat ada individu
yang begitu “all-out”, bekerja “beyond capacity”-nya.
Apakah
ada motivasi tersembunyi yang menyebabkan individu seperti bertenaga
ekstra? Bukankah kehidupan karier seperti ini yang perlu kita tumbuhkan?
Kerja tidak menjadi beban, namun menjadi lahan bermain, bertumbuh yang
membahagiakan.
Tak jarang kita melihat individu yang bekerja
penuh perhitungan, yaitu menakar setiap pencapaian KPI, target dan apa
yang ia peroleh dari perusahaan. Kerap kita melihat individu yang tak
henti-hentinya komplain karena perusahaan tidak menyediakan tangga
karier baginya atau mengemukakan berbagai alasan sekadar untuk memberi
penjelasan mengapa kariernya tidak maju-maju. Individu yang terlihat
tidak berusaha keras, kadang berdalih: “Don't work harder, but work smarter”.
Hal
ini memang tidak salah, namun kita juga perlu ingat, usaha keras dan
energi yang kita keluarkan juga akan menentukan mutu dan kuantitas kerja
kita juga. Hal yang justru sering membuat orang lupa makan saat
bekerja adalah kecintaan individu pada pekerjaannya. Ia seolah-olah akan
bekerja sama kerasnya, walaupun tidak dibayar. Andaikata ia seorang programmer,
terlihat ia menikmati spesialisasinya, bangga dengan kreasinya, pandai
menjual ide, sehingga penerapan hasil kerjanya lebih mudah dimanfaatkan
oleh orang atau bagian lain.
Orang yang menikmati pekerjaannya,
juga terlihat bisa menemukan prinsip kerjanya dan tidak sulit untuk
menerapkan keahliannya, meskipun di situasi kerja yang benar-benar baru.
Ini menunjukkan passion tetap perlu diperhitungkan individu
dalam rangka membuat kariernya berkembang dan hidup. Lagi-lagi kita
melihat betapa hidup-matinya karier tidak bisa diserahkan pada
perusahaan, dan betul-betul harus kita yakini sebagai tanggung jawab
pribadi.
The conditioning effect
Cara pikir,
rasa, dan bertingkah laku otomatis akan membentuk endapan yang mendalam
dalam diri kita. Ini sebabnya kita senantiasa dianjurkan untuk bertindak
dan bersikap positif secara konsisten. Apapun yang kita lakukan secara
konsisten, mau tidak mau melekat pada kita. Bila kita secara konsisten
mengembangkan self talk negatif, misalnya terus-menerus
mengatakan pada diri sendiri “saya tidak dihargai”, maka raut wajah,
perasaan kita pun akan mengarah pada statement tersebut.
Para ahli menyebut gejala ini sebagai "the conditioning effect of workplace apathy", yaitu membiasakan perasaan tertentu, misalnya merasa bosan, murung, moody,
tidak antusias, bahkan ketidakberanian mengambil risiko dan tanggung
jawab, sebagai bagian dari diri kita. Para ahli tersebut mengatakan,
“Bila anda sudah membawa semangat seperti itu paling tidak 40 jam
seminggu, apakah Anda bisa menjamin bahwa gaya hidup kita tidak
terpengaruh dengan mindset tersebut?” Bukankah hal ini yang bisa menjadi cikal bakal padamnya motivasi?
Kesalahan
dalam persepsi kita tentang karier adalah memisahkan antara kehidupan
karier dan kehidupan kita di luar jam kerja. Padahal, kita terus-menerus
dihadapkan pada kenyataan bahwa hidup kita lebih banyak dihabiskan di
tempat kerja. Untuk itu, kita perlu memulai cara lain memandang karier,
sehingga kita tidak perlu merasa mentok atau tertekan. Kita perlu mulai
melihat pekerjaan dengan sisi lain yang lebih antusias, sehingga jadi
sama menariknya dengan membicarakan pengalaman-pengalaman di luar
pekerjaan.
Untuk meningkatkan antusiasime, kita dapat membiasakan
untuk membenahi tugas kita, baik dengan membongkar, mempermudah,
memoles, sehingga hasil perbaikan itu menjadi lebih menarik daripada
sebelumnya. Tanpa susah-susah, karier kita bisa menjadi lebih hidup.
Bila sudah begini, kita pun bisa bekerja tanpa cepat merasa lelah.
Ajukan pertanyaan berkualitas
Seberapa sering kita bertanya pada diri sendiri, “Apa yang kita inginkan di pekerjaan kita?” Kita terkadang surprise
sendiri, saat menyadari bahwa kita bisa jadi tidak dapat mendefinisikan
dengan jelas apa yang kita inginkan di pekerjaan kita. Orang yang clear
dengan dirinya, dengan cepat bisa menyebutkan apa yang ia ingin
dapatkan dari pekerjaan, misalnya kantor yang dekat dengan rumah
tinggal, perusahaan yang memperhatikan keluarga, pekerjaan yang memberi
kesempatan bereksperimen, boleh mengajukan pendapat, menyediakan
tantangan baru dari waktu ke waktu, dan seterusnya.
Bila kita
jelas dengan apa yang kita inginkan, dengan mudah kita bisa mengatakan:
"Ini adalah tempat kerja yang saya cari", atau sebaliknya, "Iini adalah
tempat kerja yang akan menghambat karier saya”. Tanpa dialog dan
kebiasaan mengembangkan tanya-jawab yang kuat dengan diri pribadi, kita
akan merasa dan terlihat bagaikan layang-layang putus, sehingga tentu
saja tidak bisa menghidupkan energi untuk berkarier dengan optimal.
Seorang ahli, Demartini, mengatakan, “The quality of our lives are based upon the quality of questions we ask”.
Tanyakan pada diri sendiri, “Bagaimana pekerjaan saya ini bisa
mendukung karier saya lebih lanjut? Bagaimana saya mengoptimalisasikan
jam kerja saya? Apa yang bisa saya pelajari dari rekan kerja saya?
Bagaimana saya menularkan kekuatan dan inspirasi saya ke lingkungan
sekitar? Bagaimana meningkatkan clarity, fokus, inspirasi, dan empowerment, dari diri saya?
Bila dalam setiap pembicaraan bisnis atau pertemanan di kantor, kita berusaha membumbui pertanyaan kita dengan magic words dan mengarahkan pertanyaan kita ke arah positif, maka kita tidak saja meng-inspire orang lain, tetapi juga meng-inspire diri kita sendiri.
Ini adalah inner magic yang merupakan cikal bakal self learning, dan self–teaching, yang akan merasuk ke "bawah sadar" dan membentuk mindset positif. Di sinilah sumber motivasi kita, "fire" dalam diri sendiri, sebagai jawaban-jawaban dari pertanyaan pertanyaan positif diri kita sendiri.
SUMBER