Yuk, Kenali Perbedaan Kebutuhan & Keinginan Sebelum Belanja

Dalam menjalankan kehidupan sering sekali kita mengalami suatu kondisi dimana hal yang tidak terencana malah terjadi. Masalahnya lagi, ternyata hal yang tidak produktif cukup membebankan keuangan kita di kemudian hari.

Contoh yang paling sederhana ketika kita mengunjungi pusat perbelanjaan, toko, maupun pusat elektronik dsb. Dengan mudahnya pola belanja konsumtif terjadi apalagi didalam saku kita terselip beberapa kartu kredit yang memang diciptakan oleh penerbitnya untuk melakukan transaksi seperti itu.

Beberapa fakta konsumtif sering terjadi pada diri kita, hal ini terbukti dengan akrabnya kita dengan percakapan seperti dibawah ini:

"Duh, pengen beli baju deh"
"Eh katanya Gym disitu bagus loh, ikutan yuk"
"Hmm.., gue butuh jeans nih, yang lama udah ga nge-trend"
"Mana yang lebih asik ya?, ipad atau iphone 4?, atau dua-duanya aja deh"
"Nonton konser yuk, band 'itu' mau datang loh ke Jakarta, kapan lagi bisa nonton mereka?"

Selain akrab, mungkin anda sendiri yang mengalaminya. Seringkah kita mengalaminya?

Pembaca yang bijaksana, contoh kejadian diatas adalah hal yang disebut dengan budaya konsumtif, membeli barang, melakukan transaksi keuangan yang tidak terlalu dibutuhkan, hal ini dapat terjadi karena besarnya sifat emosional yang mengalahkan sifat rasional atau ego yang begitu besar hingga ingin memiliki sesuatu yang sama dengan teman atau rekannya agar bisa menjadi bagian dari mereka.

Membedakan antara kebutuhan dan keinginan

Sebenarnya ada jalan yang tepat untuk mengatasi contoh konsumtif diatas yakni, kita dapat melakukan identifikasi antara kebutuhan dan keinginan.

Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan kebutuhan? Kebutuhan adalah sesuatu hal yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada diantara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada.

Sedangkan keinginan adalah sesuatu tambahan atas kebutuhan yang diharapkan dapat dipenuhi sehingga manusia tersebut merasa lebih puas. Namun bila keinginan tidak terpenuhi maka sesungguhnya kesejahteraannya tidak berkurang.

Untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan, harus dilihat dari segi fungsinya.
Terkadang anda menganggap keinginan sebagai kebutuhan yang wajib dipenuhi.

Inilah pola pikir yang harus diubah, karena jika anda tidak bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan maka konsekuensi logisnya anda tidak biasa membedakan pos pengeluaran yang perlu dan tidak perlu. Karena tidak bisa membedakan maka secara otomatis yang bersangkutan sudah pasti tidak akan bisa mengontrol pengeluaran, jika ini berlangsung kama sudah pasti anda akan mengalami defist keuangan dikemudian hari atau dikenal dengan istilah besar pasak dari pada tiang.

Lalu bagaimana caranya agar tidak menjadi defisit? Ada dua cara yaitu pertama melakukan usaha tambahan agar gaji atau pendapatan bertambah, cara kedua adalah melakukan control atau pengendalian pengeluaran yang tidak perlu.

Cara kedua tentu harus menjadi cara yang lebih mudah karena hanya melibatkan diri sendiri, sedang cara pertama tentu harus melibatkan orang lain, minimal bos anda agar kerja anda dapat dinilai baik oleh sang bos sehingga gaji menjadi meningkat. Dalam hal ini cara pertama akan lebih memakan waktu.

Agar lebih jelasnya silahkan lihat contoh kasus berikut:

Misalkan seseorang wanita mempunyai gaji sebesar Rp 2.290.000 per bulan, tetapi total pengeluaran untuk biaya hidup, cicilan motor dan utang kartu kredit serta premi asuransi anda adalah sebesar Rp 2.665.000 per bulan. Ini menujukan bahwa wanita tersebut mengalami defisit yakni sebesar Rp 375.000, dengan defisit ini berarti ia tidak memiliki pos dana untuk tabungan, ivestasi, maupun dana darurat.

Dengan kondisi seperti ini pula (defisit) ia akan menutupinya dengan melakukan utang (melalui kartu kredit), pada akhirnya wanita ini kelak akan gali lubang tutup lubang.
 
Sebelum kondisi gali dan tutup lubang terjadi maka ada sebuah cara yang sederhana untuk memperbaikinya adalah dengan mengendalikan pengeluaran yang tidak perlu.
Berikut ini adalah rinciannya:

Tabel
Sebelum Dikendalikan Sesudah dikendalikan Keterangan
PEMASUKAN Gaji Bersih Rp 2.280.000 Rp 2.280.000 Tdk berubah
Total Rp 2.290.000 Rp 2.290.000 Tdk berubah
PENGELUARAN Utilities
Gas Rp 70.000 Rp 70.000
Air Rp 60.000 Rp 60.000
Listrik Rp 160.000 Rp 160.000
Telpon Rp 70.000 Rp 70.000
Handphone Rp 170.000 Rp 170.000
TV Kabel Rp 135.000 - Tidak perlu
Internet Rp 100.000 Rp 100.000
Makanan
Grocery Rp 200.000 Rp 200.000
Restoran Rp 100.000 Rp 100.000
Transportasi
Bensin dan Parkir Rp 450.000 Rp 350.000 Efisiensi
Cicilan Motor Rp 380.000 Rp 380.000
Lain-lain
Asuransi Kesehatan Rp 150.000 Rp 150.000
Fitness Member Rp 100.000 - Tidak Perlu
Kartu Kredit Rp 200.000 Rp 200.000
Pakaian Rp 100.000 Rp 80.000 Efisiensi
Salon Rp 90.000 - Tidak Perlu
Kosmetik Rp 50.000 - Tidak Perlu
Langganan Koran Rp 80.000 - Tidak Perlu

Tabungan, Investasi & Dana darurat
Investasi Reksa Dana - Rp 150.000 Perlu
Dana Darurat - Rp 100.000 Perlu
TOTAL PENGELUARAN Rp 2.665.000 Rp 2.290.000
SURPLUS (DEFISIT) Rp (375.000)

Mari kita evaluasi catatan pemasukan dan pengeluaran diatas dengan cara seperti yang dituliskan di awal "mengendalikan pengeluaran yang tidak perlu". Contohnya cable TV, ini adalah pengeluaran yang tidak perlu atau tidak wajib, anda dapat memonton acara TV tanpa menggunakan cable TV.

Lainnya adalah Fitness membership, anda dapat berolah raga tanpa pergi ke fitness centre bukan? Salon, cosmetic, langganan koran juga bukan termasuk dalam pos pengeluaran yang wajib, bukankah koran online saat ini sudah banyak? Dapat dibaca melalui internet?

Demikian juga dengan transportasi, sebelumnya ia sering melakukan kombinasi menggunakan angkutan umum (taksi) dengan kendaraan sendiri (motor) namun dengan efisiensi, penggunaan kendaraan pribadi dioptimalkan.

Bayangkan jika ia mengkapus cable TV, fitness membership, salon, cosmetic, dan langganan majalah serta efisiensi penggunaan kendaraan maka wanita tersebut sudah dapat menekan defisit sebesar Rp 375.000,00 per bulan, bahkan lebih dari itu ia memiliki tabungan, investasi serta pos dana darurat sebesar Rp 250.000,00 per bulannya.

Terkadang pengeluaran lebih besar dari pada pemasukan belum tentu karena pemasukannya yang terlalu sedkit tetapi karena kebiasaan menghamburkan uang.  Bahkan jika anda memiliki pekerjaan dengan 'gaji tertinggi' di dunia pun, anda dapat berada dibawah hutang akibat kebiasaan anda.

Anda dapat mengendalikan pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu tersebut jika anda mau. Memang tidak mudah untuk merubahnya tetapi pasti bisa jika mau. Selamat mencoba!

Prilla Kinanti, Associate Financial Planner  TGRM Perencana Keuangan (qom/qom) Sumber:detikfinance.com
Informasi Laptop, Komputer, Virus, Jual-Beli Bekas, click here!