Anda penggemar bakmi godhog (rebus) khas Yogya? Bila ya, pasti pernah mencicipi bakmi godhong mbah mo di Dusun Code, tiga kilometer arah timur kota Bantul Yogyakarta, atau kurang lebih 15 kilometer arah selatan kota Yogya.
Mbah mo nama panggilan Mbah Atmo, juga berfungsi sebagai “merek
dagang” dari jasa, produk, sekaligus warungnya. Ia membuka dagangannya
mulai pukul 5 sore hingga pukul 10 malam. Ingin tahu siapa pelanggannya?
Sebagai gambaran 90% pelanggannya datang dari Yogyakarta, Magelang,
Klaten, bahkan Jakarta. Kebanyakan pelanggannya mengunakan roda empat.
Berbagai merek mobil dari yang mewah hingga mobil kuno, parkir berderet-deret di depan “outlet-nya”
silih bergantian. Saya sempat heran siapa dan apa yang mereka tahu ada
“bakmi super enak” di tengah perkampungan pedesaan ini. Padahal untuk
menjangkau tempat ini, harus dilalui ruas jalan yang tidak lebar dan
tidak begitu bagus.
Pada sebuah gang di Dusun Code yang belum beraspal itu, semua
pelanggan datang untuk mencoba atau membebaskan “rasa kangennya”
terhadap bakmi buatan Mbah Mo, yang menurut saya memiliki khas yang
special bagaikan koki hotel berbintang itu, merupakan jasa sekaligus
produk yang memilki kelebihan disbanding produk sejenis (defential advantage). Hal itu masih ditambah lagi dengan kemasan suasana (atmosphere) pedesaan yang “ngangeni”.
Menurut Mbah Mo, promosi pun tak pernah ia lakukan. Saya kira proses
yang terjadi adalah pemasaran tradisional dari mulut ke mulut (word by mout) alias getok tular, tentunya
“kesadaran” Mbah Mo, bahwa karena itulah setiap malamnya, Mbah Mo
mengais omzet dengan menghabiskan 10 kilometer, dan 10 ekor ayam.
Bisnis Mbah Mo dirintis sejak 1986. Memang, bertahun-tahun sebelumnya
Mbah Mo pernah berjualan pecel dengan konsumen tetangga dan warga
sekitar. Untuk terjun ke bisnis barunya ini, Mbah Mo harus melakukan
magang atau mentoring, guna menimba pengalaman membuat bakmi. Orang yang
dijadikan mentor untuk membuat bakmi yang lezat adalah kakak iparnya
sendiri, yang juga berjualan bakmi dan tinggal di Yogyakarta.
Pengalaman Mbah Mo yang mendapat mentoring dari kakak iparnya ini,
mengingatkan saya pada apa yang dikatakan Steven R. Covey, bunyinya:
“Kalau Anda memberikan ikan pada seseorang, berarti Anda memberi makan
sehari. Kalau Anda memberi pancing pada seseorang, berarti Anda memberi
makan seumur hidup.”
Pandangan Covey ini oleh rekannya, Raymond W.Y. Kao, dikembangkan
menjadi: “Seandainya Anda member pancing, kemudian mendidik cara
memancing, dan sekaligus menanamkan tanggung jawab moral, maka Anda
berarti ikut membangun suatu Negara.”
Saya melihat, ternyata tradisi mentoring merupakan cara ampuh untuk
alih pengetahuan, alih keterampilan, sekaligus transfer budaya, dan etos
kerja entrepreneur. Seperti halnya Mba Mo, tradisi mentoring sebenarnya
dapat dikembangkan dalam masyarakat, bila kita ingin melahirkan lebih
banyak lagi wirausahawan baru dalam masyarakat.
Uniknya Strategi Marketing Bakmi Mbah Mo
Dibalik kesuksesan Bakmi Mbah Mo ada sosok penting dalam pemasarannya, dia adalah Pak Murlidi. Pak
Murlidi adalah menantu dari Mbah Mo sang pemilik. Seorang pensiunan pegawai negeri dari Yogyakarta.
Beliau hanya bergelar “S1”, bukan lulusan S1 sarjana, tapi beliau hanya
lulusan SD (sekolah dasar). Dengan penampilan beliau yang sederhana,
orang mungkin tidak percaya bahwa beliau adalah seorang mentor
Entrepreneur University (EU).
Lokasi bakmi
Mbah Mo ini sangat jauh dari pusat kota Yogyakarta, tempat yang dulunya
adalah “bekas kandang sapi”, namun yang mengherankan adalah pembeli
dari bakmi ini adalah para pejabat penting dan para pengusaha.
Sudah banyak pejabat tinggi negara yang mencicipi kelezatan bakmi Mbah Mo.
Pak
Murlidi memang sangat berjasa dalam mempopulerkan bakmi Mbah Mo,
pertama kali bakmi Mbah Mo berdiri hanya di kunjungi 5 orang perhari
saja, tetapi berbeda dengan sekarang, bukan 5 orang lagi perhari, tapi
puluhan bahkan ratusan orang yang berkunjung. Dan sudah banyak juga
stasiun TV ataupun Surat Kabar yang meliput tempat bakmi Mbah Mo.
“Saya
sengaja menerapkan strategi marketing yang unik dan berbeda karena
sadar bahwa lokasi Mie Mbah Mo ini tidak strategis. Dan terbukti metode
ini berhasil. “Ada 50 penjual bakmi sepanjang jalan menuju tempat kami,
tapi toh mereka tetap mencari sampai ke sini” ungkap Pak Mur.
Tempat
kuliner jauh dan tidak strategis, menurutnya, bukan kendala untuk
berbisnis. Malah sangat menguntungkan, buktinya tiap hari orang
berbondong-bondong mencari mi Mbah Mo.
Keberhasilanya dalam
merumuskan strategi marketing yang unik dan berbeda, inilah yang membuat
Pak Murlidi diminta berbagai pihak untuk membagikan kiat bisnis. Selain
sibuk menggoreng mie tiap malam, beliau juga sibuk mengatur jadwal
mengajar dan menularkan ilmu bisnis di berbagai kota.
“Sekitar 30
kota yang harus saya sambangi untuk membagikan ilmu, yang paling padat
mengajar di kelas-kelas Entrepreneur University (EU) di kota-kota di
Jawa seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Cirebon, Semarang, Purwokerto,
Surabaya, Sidoarjo, Jember, Magelang, Kediri, Pekalongan, Tegal dan
lainya. “Pada tahun 2008 tercatat jadwal mentoring saya paling padat,
sehingga malah jarang di Yogyakarta” papar menantu almarhum Mbah Mo.
Dia
juga kerap diundang untuk berbicara tentang motivasi dan
pilihan-pilihan bisnis untuk pensiunan karyawan BUMN seperti Semen
Gresik, Astra dan Pertamina. Biasanya di berbicara di depan pekerja yang
hendak memasuki masa pensiun.
”Saya bersyukur ilmu marketing
sederhana dan apa adanya bisa bermanfaat untuk orang banyak. Yang saya
bagi memang bukan teori marketing yang ndakik-ndakik atau ilmiah
akademik tapi kiat-kiat praktis yang memang saya lakukan sendiri selama
menerjuni bisnis jualan mie” tandasnya.
Pak Murlidi memang
mempunyai trik-trik marketing yang canggih, jitu dan cerdas. Pak Murlidi
membeberkan beberapa tipsnya dalam mempopulerkan bakmi Mbah Mo, yaitu :
1).Dimanapun
beliau berada selalu meceritakan tentang bakminya. Hal ini karena
BKKBN, instansi tempat beliau bekerja selalu mengajarkan untuk selalu
memasyarakatkan KB dimanapun mereka berada.
2).Selalu
berkomunikasi dengan pengunjung. Pak Mur selalu berusaha membuka
komunikasi pada para pengunjungnya, mengajak mereka berdiskusi tentang
apa saja agar tidak bosan menunggu hidangan yang akan mereka sajikan,
karena bakmi Mbah Mo ini memang memasak hidangan untuk setiap
pengunjungnya secara satu persatu.
3).Melobi sopir para pejabat.
Pak Mur tak jarang melobi para sopir yang mengantarkan para pejabat
untuk mereferensikan bakminya jika ditanya oleh majikannya tentang makan
malam yang enak di Yogyakarta.
Tak hanya cara melariskan
bakmi saja, banyak dari kalangan EU yang meminta trik jitu kepada Pak
Mur tentang bagaimana melariskan usahanya, ada diantaranya, pemilik
rumah makan, pemilik kursus, pemilik toko bangunan dan masih banyak yang
lainnya, dan hasilnya, usaha mereka pun berkembang pesat.
Setelah
banyak mengsukseskan orang lain, kini bakmi mbah mo yang terkenal
dengan kelezatannya sudah memiliki cabang di beberapa kota dengan nama
“BAKMI PAK MAN JOGJA”.
Rasa bumbu yang sudah dipatenkan, dan
kelezatan maupun ke-khas-an Bakmi Mbah Mo, membuat orang yang datang di
Bakmi Pak Man sama seperti datang ke Bakmi mbah Mo. Banyak dari kalangan
EU yang mengambil franchise Bakmi Pak Man. Kini Pak Murlidi sudah
berhasil membuka cabang lebih dr 13 kota.
Informasi Laptop, Komputer, Virus, Jual-Beli Bekas, click here!