1.Laskar Pelangi & Sang Pemimpi
Sebuah film yang merupakan adaptasi dari sebuah novel berjudul “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata.
Berawal dari Ikal nama kecil dari Andrea Hirata yang diperankan oleh Lukman Sardi ( anak asli Pulau Belitong ) yang berkunjung ke kampung halamannya. Ia mengantarkan cerita pada masa kecil di pulau tersebut, cerita tentang pertama kalinya ia masuk sekolah SD Muhammadiyah. Kelas baru yang berusaha dibuka oleh 2 orang guru yang hebat bu Muslimah & pak Harfan, sekolah yang memiliki syarat untuk membuka sekolah tersebut dimana harus memiliki 10 orang murid. Saat itu masih hanya 9 orang, kemudian harun yang menyelamatkan anak-anak yang ingin bersekolah sebagai siswa yang ke-10. Maka terbentuklah Laskar Pelangi dari 10 orang murid itu yang terdiri dari Ikal, Lintang, Mahar, Borek, A-Kiong, Kucai, Syahdan, Borek, Trapani, Sahara dan Harun.
5 tahun bersama bu muslimah, pak harfan, dan ke-10 anak Laskar Pelangi itu banyak melawati aral melintang. Namun dengan keunikan dan keistimewaan anak-anak tersebut membuat alur cerita lebih seru.
Banyak cerita yang bisa membuat kita tertawa, seperti saat adegan ikal yang jatuh cinta kepada a-ling, hanya melihat tangan a-ling hatinya langsung berbunga-bunga. Saat mahar menghibur menghibur ikal dengan nyanyian bunga seroja dan diiringi tarian anak-anak laskar pelangi, itu merupakan adegan yang bisa membuat kita tertawa terbahak-bahak. Adegan yang menegangkan adalah saat lomba cerdas cermat, dimana seorang lintang yang telat karena di perjalanan ada seekor buaya yang berada di jalan sehingga ia tidak bisa lewat. Sedangkan adegan yg sangat mengharukan juga terdapat di dalm film ini, yaitu ketika setelah Lintang memenangkan lomba cerdas cermat dan pulang kerumah sambil membawa sertifikat bukti juara yg ingin ia tunjukkan kepada ayahnya, harus menghadapi kenyataan bahwa ayahnya tidak pulang-pulang dari melaut yg kemungkinan besar sudah tidak berada di dunia ini lagi.
Film ini berceritakan tentang bagaimana anak-anak di salah satu pulau terindah di Indonesia. Dimana mereka harus berjuang untuk bersekolah. Cerita ke-10 anak Laskar Pelangi yang terus berjuang untuk menggapai mimpi mereka, serta keindahan persahabatan yang menyelamatkan hidup manusia.
Kelanjutan dari Perjuangan Ikal (Andrea Hirata) dari Laskar Pelangi dan di Dalam Film Sang Pemimpi, dimana Andrea bercerita tentang kehidupannya ketika masa-masa SMA. Tiga tokoh utamanya
adalah Ikal, Arai dan si kuda. Ikal- alter egonya Andrea Hirata. Arai-saudara jauh yang yatim piatu yang di sebut sempei keramat karena anggota keluarga terakhir yang masih hidup dan akhirnya menjadi saudara angkat dan Jimbron-seorang yatim piatu yang terobsesi dengan kuda dan gagap bila sedang antusias terhadap sesuatu atau ketika gugup.
Ketiganya dalam kisah persahabatan yang terjalin dari kecil sampai mereka bersekolah di SMA Negeri Bukan Main, SMA pertama yang berdiri di Belitung bagian timur. Bersekolah di pagi hari dan bekerja sebagai kuli di pelabuhan ikan pada dini hari, dari ketagihan mereka menonton film panas di bioskop dan akhirnya ketahuan guru mengaji mereka , perpisahan Jimbron dengan ikal dan Arai yang akan meneruskan kuliah di Jakarta yang akhirnya membuat mereka berdua terpisah tetapi tetap akan bertemu di Perancis. Hidup mandiri terpisah dari orang tua dengan latar belakang kondisi ekonomi yang sangat terbatas namun punya cita-cita besar , sebuah cita-cita yang bila dilihat dari latar belakang kehidupan mereka, hanyalah sebuah mimpi
“Kalau kita tak punya mimpi, orang-orang seperti kita akan mati, Kal!”
Manggar 1985. Ucapan itu terlontar dari seorang anak yatim piatu dari kampung miskin di Belitong, Kepulauan Bangka Belitung, sana. Arai (Ahmad Syafullah), anak remaja itu, adalah anak istimewa. Dialah sang pemimpi. Ketika kemiskinan menjadi napas kehidupannya, tekad Arai tak pernah redup. Ia menjadi cahaya, ketika Ikal saudara angkat yang juga sahabat barunya, kehilangan mimpi, tatkala dibenturkan pada peristiwa-peristiwa nyata: kemiskinan.
Tapi itulah hebatnya Arai. Ia selalu punya mimpi yang menggelora dan tak terbendung. Ya, mimpi seorang anak Belitong, yang bercita-cita menginjakkan kakinya di kota ilmu. Sorbonne, Perancis.
Kota inilah yang terus menari-nari dalam benak mereka, menyalakan semangat Arai dan juga Ikal.
Tapi lihatlah kini. Impian itu seolah jadi bualan bagi Ikal dewasa (Lukman Sardi). Kalender menunjukkan tahun 1999. Ikal malah terdampar di sebuah rumah kosan sempit, di kawasan kampung yang padat di Bogor, Jawa Barat. Ia menjalani hari-harinya seorang diri. Tak ada Arai juga mimpi-mimpi itu.
Selepas lulus menjadi sarjana ekonomi di UI, Ikal malah terperosok menjadi pegawai di kantor pos. Padahal, inilah pekerjaan yang sangat dibencinya.
Peristiwa masa lalu yang menyakitkan, melahirkan kebencian itu. Ayahnya, Seman Saidi Harun (Mathias Muchus), dipromosikan untuk naik jabatan, setelah belasan tahun mengabdi di PN Timah. Kabar itu begitu menggembirakan Ikal dan ibunya (Rieke Dyah Pitaloka).
Pada sebuah hari yang dinanti itu, semua pegawai yang mendapatkan promosi jabatan berkumpul di ruang pertemuan. Menerima surat yang telah dikirim melalui kantor pos. Ikal hadir menemani ayahnya.
Satu per satu nama mereka disebut sesuai urutan abjad.
Sial, hingga abjad terakhir nama Saidi tak disebut-sebut. Saidi kecewa dan perasaan Ikal begitu terluka. Belakangan diketahui ternyata surat promosi pengangkatan ayahnya itu nyasar ke alamat orang.
Kisah inilah yang kembali menggelitik ingatan Ikal dewasa. Sebuah kenangan lama kembali muncul di ruang kamar kosannya yang lusuh. Ia mengumpat Arai yang terlalu membuainya dengan mimpi-mimpi dan kini dia malah hilang entah ke mana. Tapi di balik itu, Ikal begitu mengaguminya.
Ingatannya meloncat mengenang kembali pertemuan pertamanya dengan Arai dan Jimbron. Mereka tumbuh bersama menjalani masa remaja—yang kata Raja Dangdut Rhoma Irama—begitu berapi-api.
Menjalani hari-hari sebagai siswa SMA Negeri di Manggar, ibu kota Belitung Timur. Selepas itu, mereka bekerja demi mengumpulkan uang untuk bekal sekolah ke Jakarta, kemudian menggapai mimpi mereka bersekolah di Sorbonne. Bagi Ikal, masa inilah yang menjadi tonggak hidupnya. Ia bersyukur dipertemukan dua sahabat yang luar biasa, terlebih Arai.
Di mata Ikal, Arai adalah anak yang tangguh. Meski kadang suka bikin ulah, ia adalah sosok pribadi yang menyenangkan. Ia bisa menyulap sesuatu yang busuk menjadi lebih menyenangkan.
Di Manggar, kisah itu terasa begitu indah. Perjalanan menuju masa remaja menjadi hidup yang menyenangkan. Ada cinta, persahabatan, petualangan juga proses pencarian jati diri.
Deretan kisah inilah yang menjadi benang merah dari film Sang Pemimpi, sekuel dari film Laskar Pelangi yang kisahnya diangkat dari novel karya Andrea Hirata dan difilmkan kembali oleh sutradara Riri Riza.
2. Mestakung
Film ini seperti juga bukunya bercerita tentang perjuangan siswa-siswa indonesia untuk merebut juara pada olimpiade fisika tingkat international. Di filmnya, alur cerita lebih kepada perjuangan salah satu siswa dari pulau madura.
Arif, tokoh utama pada film ini adalah siswa SMP yang berasal dari keluarga tidak mampu. Ayahnya adalah sopir truk serabutan karena ladang garamnya tidak lagi berproduksi. Ibunya menjadi TKW disingapura dan sudah tiga tahun tidak mengirim kabar. Arif anak yang cerdas , ia sangat senang mempelajari fisika. Baginya, fisika bukan sekedar kumpulan teori dan rumus tetapi ilmu yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dengan memperhatikan arah angin, memprediksi berat sapi dan memperhatikan kondisi tanah tempat karapan dia bisa memprediksi pemenang karapan sapi.Keahliannya itu dipergunakan untuk mengumpulkan uang. Selain itu, untuk menambah peemasukannya dia juga bekerja di bengkel. Semua dilakukannya untuk mencari ibunya lewat seorang calo dengan syarat sejumlah uang.
Suatu ketika, teman-temannya bermain bola di sekolah dan bolanya tersangkut di pohon mangga yang banyak semutnya. Arif memiliki ide, berbekal pompa sepeda, botol akua dan air dibuatlah water roket untuk menembak bola tersebut. Peristiwa ini direkam dengan baik oleh guru fisikanya dan dikirim ke pengajar tim fisika olimpiade yang kebetulan temannya. Pengurus tim akhirnya tertarik untuk merekrut arif setelah melihat video tersebut, karena siswa binaannya selama ini hanya kuat diteori namun lemah di fisika praktis. Awalnya Arif menolak, namun karena tempat olimpiade fisika internasional kedepan di singapura, dia bersedia dengan harapan bisa mencari ibunya.
Bergabung dengan tim fisika persiapan olimpiade internasional bukan hal yang mudah. Arif sangat kesulitan untuk mengikuti perekmbangan teman- temannya yang sudah lebih dulu bergabung. Setelah beberapa minggu pun, nilainya tidak bergerak, paling rendah di kelas. Dia cuma bisa dapat rata-rata 50 sementara teman- temannya diatas 85. Tim pengajar pun memberikan peringatan kepada arif, jika tidak sanggup beradaptasi maka dia akan dipulangkan.Sebelum dipulangkan, Arif mengambil inisiatif untuk melarikan diri dari camp untuk pulang. Saat itu, dia ketemu dengan penjual ketoprak kenalannya sesama orang madura. Penjual tersebut menasehatinya bahwa kesuksesan itu tidak diperoleh dengan mudah, semua butuh kerja keras. Dan untuk sukses, mengerjakan sesuatu harus dengan hati. Jika tidak, kita pasti akan mudah menyerah. Nasehat ini menjadi energi baru bagi Arif, dia balik ke camp dan mulailah belajar dengan serius, dan nilainya pun mulai bersaing dengan teman-temannya.
Saat penentuan anggota tim, Hanya 8 Anggota yang akan dipilih dari 13 orang. Dan dari 8 orang tersebut nama Arif tidak termasuk. Dia sangat sedih, dia sudah mengerahkan semua kemampuannya namun itulah hasil maksimum yang bisa diperolehnya. Untungnya, tim sponsor menambah anggaran sehingga ada penambahan 1 anggota tim dan yang terpilih adalah Arif. Di singapura, Arif pun memanfaatkan kesempatan untuk mencari alamat ibunya, sayang ibunya sudah meninggalkan alamat tersebut beberapa hari yang lalu. Arif pun lesu karena tidak bertemu ibunya, namun dengan semangat teman- temannya maka ia pun siap untuk bertanding. Pada bidang fisika praktis, ia menyumbangkan emas setelah menyelesaikan persoalan gerak osilasi dari tali. Dia menyelesaikan masalah tersebut dengan membayangkan pecut yang dipakai pada karapan sapi. Tim indonesia akhirnya merebut Juara Umum. Pada akhir film, Arif kembali kemadura dan ibunya telah ada dirumah..
Sungguh banyak pelajaran yang bisa diperoleh dari film ini , sangat menggugah semangat belajar dan kerja keras kita. Jika kita sungguh- sungguh untuk melakukan sesuatu, maka semesta pun akan mendukung.
3. Sang Pencerah
Film berjudul Sang Pencerah yang mengangkat kisah pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan akan segera meramaikan perfilman Indonesia. “Sang Pencerah memang menceritakan tentang kisah K.H. Ahmad Dahlan, namun dibalik itu semua film ini bercerita tentang perjuangan. Di dalamnya berisi tentang semangat anak muda, patriotisme anak muda dalam merepresentasikan pemikiran-pemikirannya,” ujar sang sutradara saat syukuran film Sang Pencerah di Menteng
Jogjakarta 1867 -1912:
Sepulang dari Mekah, Darwis muda (Ihsan Taroreh) mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Seorang pemuda usia 21 tahun yang gelisah atas pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah Bid’ah /sesat
Melalui Langgar / Surau nya Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) mengawali pergerakan dengan mengubah arah kiblat yang salah di Masjid Besar Kauman yang mengakibatkan kemarahan seorang kyai penjaga tradisi, Kyai Penghulu Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo) sehingga surau Ahmad Dahlan dirobohkan karena dianggap mengajarkan aliran sesat. Ahmad Dahlan juga di tuduh sebagai kyai Kafir hanya karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di kursi seperti sekolah modern Belanda.
Ahmad Dahlan juga dituduh sebagai kyai Kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tapi tuduhan tersebut tidak membuat pemuda Kauman itu surut. Dengan ditemani isteri tercinta, Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca) dan lima murid murid setianya : Sudja (Giring Nidji), Sangidu (Ricky Perdana), Fahrudin (Mario Irwinsyah), Hisyam (Dennis Adishwara) dan Dirjo (Abdurrahman Arif), Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman
4. Negeri 5 Menara
Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.
Tiba-tiba
saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung
Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin
dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan
setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya: belajar di pondok.
Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.
Dia
terheran-heran mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak
menggigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang
melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi
seperti melayang di udara.
Dipersatukan
oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari
Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan
Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam
kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang
ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara
dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa
mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah
remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Informasi Laptop, Komputer, Virus, Jual-Beli Bekas, click here!