Seorang ibu muda di sebuah seminar terisak saat menceritakan anak 
laki-lakinya (6 tahun) yang mudah marah, suka berbohong, bahkan pernah 
mengambil uang temannya di sekolah. Tingkah laku yang membuatnya sering 
menangis diam-diam. Sedih sekaligus dihujani perasaan bersalah karena 
telah menjadi bunda bekerja.
Perempuan muda lain, dengan menahan 
perasaan, bertutur tentang kedua putra yang selalu menangis keras saat 
melepasnya bekerja. Kepada dua putranya yang masih kecil, berkali-kali 
dijelaskan, pekerjaan ini mereka perlukan untuk membantu membeli susu, 
yang penting bagi pertumbuhan anak-anak. Kalimat yang dijawab oleh si 
sulung, “Aku nggak minum susu nggak apa, asal bunda berhenti bekerja.”
Sementara, seorang ibu berkerudung mengeluhkan kesabarannya yang 
terasa menipis setiap menghadapi anak-anak setelah bekerja seharian. 
“Saya jadi mudah memarahi dan menyebut mereka nakal, padahal terkadang 
kemarahan muncul karena masih terbawa capek.”
Perempuan bekerja 
rasanya sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Sebagian orang menganggap 
inilah bentuk dari terwujudnya cita-cita para pejuang hak-hak kaum 
perempuan: emansipasi wanita. Perempuan tidak lagi di belakang layar, 
melainkan seperti laki-laki, bisa turut berperan termasuk ikut 
menanggung beban finansial keluarga.
Lalu, apakah wanita yang mandiri dan berpenghasilan lebih hebat dari 
wanita yang 'hanya' menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga? Atau 
sebaliknya, wanita yang di rumah lebih mulia dari yang bekerja? Bagi 
saya, keduanya sama-sama pejuang. Terutama, ketika semua keputusan, 
entah berkarier atau berada di rumah, dibuat atas dasar kepentingan 
keluarga atau kepentingan yang lebih besar, bukan karena ego semata.
Bagi
 mereka yang memilih bekerja di luar rumah, silakan. Namun, beberapa 
catatan berikut barangkali bisa dipertimbangkan. Pertama, jangan pernah 
membawa permasalahan di kantor menjelma amarah di rumah. Kedua, tetap 
beri prioritas untuk momen khusus anak-anak, seperti pentas di sekolah, 
hari pertama sekolah, atau keadaan darurat lain.
Ketiga, siap bekerja lebih keras. Menjadi bunda bekerja berarti 
bangun lebih pagi buat anak-anak dan tidur lebih malam, karena ketika 
pulang masih harus menyediakan waktu dulu untuk bermain dengan anak, 
bertanya pelajaran, dan sebagainya. Keempat, selalu menyiapkan waktu 
berkualitas bersama anak-anak di hari libur. Hal lain, orang tua yang 
keduanya bekerja harus mampu mendelegasikan standar pendidikan yang baik
 kepada siapa pun yang mewakili mereka menjaga anak, asisten rumah 
tangga, pengasuh, atau kakek-nenek anak-anak.
Bagaimana dengan 
mereka yang ingin fokus sebagai ibu rumah tangga? Menjadi ibu rumah 
tangga adalah peran mulia. Jika itu yang menjadi pilihan, maka sudah 
seharusnya para bunda bangga akan pilihan tersebut. Perasaan minder dan 
merasa lebih rendah dari bunda bekerja, yang kadang menyelinap, harus 
ditiadakan.
Penting bagi para bunda untuk menemukan cara menikmati keseharian di 
rumah yang kadang mungkin terkesan monoton. Buktikan bahwa keberadaan 
sosok ibu setiap waktu di rumah memberi manfaat lebih dibandingkan jika 
rumah ditangani orang lain.
Satu hal, setiap istri sebaiknya 
tidak mengandalkan pemasukan keluarga hanya kepada suami. Saya pernah 
bertemu seorang wanita dengan karier cemerlang, namun memutuskan menjadi
 ibu rumah tangga sepenuhnya. Beberapa tahun kemudian, ketika suaminya 
meninggal, baru disadarinya betapa penting seorang ibu tetap 
berpenghasilan. Dan, akan sulit jika harus memulai lagi dari nol setelah
 suami tidak ada.
Dengan perkembangan ide dan teknologi, sebenarnya 
terbuka ruang bagi perempuan untuk membangun eksistensi dan mencari 
penghasilan tanpa harus rutin meninggalkan rumah. Ini bisa menjadi 
jawaban bagi ibu rumah tangga penuh, maupun yang bekerja, untuk 
membangun sumber penghasilan cadangan.
Aneka bisnis online, misalnya, saat ini berkembang luar biasa. Membuka atau membeli franchise bisa menjadi alternatif yang mudah didelegasikan ke orang lain. Pun multilevel marketing
 (MLM) mempunyai karakter khas yang memungkinkan fleksibilitas waktu. 
Tentu perlu pertimbangan jeli sebelum menentukan mana yang terbaik.
Selain bisnis online, ada pekerjaan-pekerjaan paruh waktu 
yang bisa dilakukan di rumah dan berpotensi, seperti menjadi konsultan 
lepas, penulis, guru privat, ilustrator, mengelola usaha katering, 
penerjemah, layouter, editor, desain grafis, dan banyak lagi.
Bagi
 bunda bekerja—jika ingin—secara bertahap bisa mulai merintis usaha 
alternatif dengan rumah sebagai basis tanpa menunggu berhenti dari 
pekerjaan saat ini. Libatkan anak dalam cita-cita dan rencana tersebut. 
Hingga, alih-alih menangis setiap melepas bekerja, semoga anak-anak bisa
 mengaminkan doa: suatu saat bunda akan lebih sering bersama.
Oleh: Asma Nadia 
sumber: REPUBLIKA.CO.ID,
