Pada suatu hari, sebuah perusahaan sisir akan mengadakan ekspansi 
untuk area pemasaran yang baru. Perusahaan sisir tersebut lalu membuka 
lowongan pekerjaan. Karyawan baru itu akan ditempatkan di Divisi 
Marketing. Setelah lowongan dibuka, banyak sekali orang yang 
mendaftarkan diri untuk mengisinya. Lebih dari 100 orang pelamar datang 
ke perusahaan itu setiap harinya.
Setelah melalui berbagai proses seleksi yang cukup ketat, terpilihlah
 tiga kandidat utama. Sebut saja A, B, dan C. Perusahaan lalu melakukan 
seleksi final dengan memberi tugas kepada tiga orang terpilih. Seleksi 
finalnya ialah A, B, dan C diminta untuk menjual sisir kepada para biksu
 – yang tinggal pada sebuah komplek wihara – di area pemasaran baru 
tersebut – dalam jangka waktu 10 hari. Bagi sebagian orang, tugas ini 
sangat tidak masuk akal, mengingat biksu-biksu itu berkepala gundul dan 
tidak pernah memerlukan sisir.
Sepuluh hari pun berlalu, akhirnya tiba saat ketiga pelamar tersebut 
datang kembali pada perusahaan untuk melaporkan hasil penjualannya.
Pelamar A :
Saya hanya mampu menjual satu sisir. Saya sudah berusaha menawarkan 
sisir itu kepada para biksu di sana, tetapi mereka malah marah-marah 
karena saya dikira melecehkan. Tetapi untung, ketika saya berjalan 
menuruni tangga, ada seorang biksu muda yang mau membeli satu sisir 
saya. Sisir itu akan ia gunakan untuk menggaruk kepalanya yang 
ketombean.
Pelamar B:
Saya berhasil menjual sepuluh buah. Saya pergi ke sebuah wihara dan 
memperhatikan banyak peziarah yang rambutnya acak-acakan – karena angin 
kencang yang bertiup di luar wihara. Biksu di dalam wihara itu mendengar
 saran saya – dan membeli 10 sisir untuk para peziarah – agar mereka 
menunjukkan rasa hormat pada sang Buddha – saat bersembahyang.
Pelamar C:
Saya berhasil menjual seribu buah. Setelah melakukan pengamatan 
beberapa hari di biara itu, saya menemukan bahwa banyak turis yang 
datang berkunjung ke sana. Kemudian saya berkata pada biksu pimpinan 
wihara, “Sifu, saya melihat banyak peziarah yang datang ke sini. Jika 
sifu bisa memberi mereka sebuah cindera mata, maka itu akan lebih 
menggembirakan hati mereka.” Saya bilang padanya bahwa saya punya banyak
 sisir bagus dan murah. Saya lalu meminta pimpinan biksu tersebut untuk 
membubuhkan tanda tangan pada setiap sisir – sebagai sebuah hadiah bagi 
para peziarah di wihara itu. Biksu pimpinan wihara itu sangat senang dan
 langsung memesan 1,000 buah sisir.
Memang, akhirnya perusahaan sisir tersebut menerima ketiga orang 
tersebut sebagai karyawan-karyawan barunya. Tetapi tentu saja posisi 
mereka di perusahaan dibedakan. Pelamar C ditempatkan sebagai Marketing 
Manajer yang baru, pelamar B menjadi asisten manajernya, sedangkan 
pelamar A hanya menjadi sales marketing biasa.
REFLEKSI:
Cerita tersebut menggambarkan riset yang pernah Universitas Harvard. 
Riset tersebut menunjukkan bahwa 85% kesukesan adalah karena sikap dan 
15% adalah karena kemampuan. Sikap ternyata lebih penting dari 
kepandaian, keahlian khusus, dan keberuntungan. Dengan kata lain, 
pengetahuan profesional hanya menyumbang 15% dari sebuah kesuksesan 
seseorang dan 85% adalah pemberdayaan diri, hubungan sosial, dan 
adaptasi. Kesuksesan dan kegagalan bergantung pada bagaimana sikap dalam
 menghadapi masalah.
Sedangkan keputusan perusahaan untuk menyuruh ketiga pelamar tersebut
 menjual sisir pada biksu sangat mencerminkan kata-kata Dalai Lama, 
“Lingkungan yang keras sangat membantu untuk membentuk kepribadian, 
sehingga dimiliki nyali kuat untuk menyelesaikan semua masalah.”
Mungkin ini adalah salah satu jawaban kenapa saat keadaan ekonomi 
buruk, banyak jutawan baru baru yang bermunculan. Jadi, dengan sepenuh 
hati terapkan sikap kerja yang benar, yaitu menitikberatkan pada 
pemberdayaan diri, hubungan sosial, dan adaptasi (85%) – tetapi tetap 
tidak melupakan skill (15%) – agar bisa mendapatkan kesuksesan yang 
100%.
