Menjadi Pemimpin yg Berkarakter dg Sikap yg Efektif

Sukses seorang pemimpin ditentukan oleh pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan yang ia ambil dalam menyikapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi organisasi. Pilihan dan tindakan itu diambil berdasarkan nilai-nilai moral dan etis yang ia yakini. Sukses seorang pemimpin sangat diwarnai oleh karakter dari si pemimpin. Bahkan saya berani mengatakan esensi dasar sukses kepemimpinan adalah karakter-karakter utama yang dimiliki si pemimpin. Character is the foundation for leader\'s all true success.

Apa itu karakter kepemimpinan? Saya mendefinisikannya sebagai "kualitas personal dari seorang pemimpin yang terbentuk melalui akumulasi tindakan-tindakan yang mengacu kepada nilai-nilai moralitas dan etik" yang diyakini oleh seorang pemimpin. Karakter tak cukup dibentuk melalui ucapan-ucapan. Karakter terbentuk melalui ucapan, pikiran, dan tindakan riil yang akhirnya menentukan siapa si pemimpin itu sesungguhnya ("who he is").


Pemimpin hebat selalu memiliki kualitas karater yang baik dan kuat. Apa itu pemimpin yang memiliki kualitas karakter baik dan kuat? Yaitu pemimpin yang berpikir, bersikap, dan bertindak mengikuti nilai-nilai inti universal yang baik seperti seperti kejujuran, keterpercayaan, tanggung-jawab, kepedulian kepada negara, dan lain-lain.

Mother Teresa misalnya memiliki karakter yang kuat sebagai pemimpin yang peduli, empati, dan kasih pada orang lain . Martin Luther King dikenal memiliki karakter kuat sebagai pemimpin yang memiliki keteguhan dalam memegang prinsip. Tokoh kulit hitam ini juga memiliki keberanian luar biasa dalam menghadapi tantangan berat yang harus dihadapi. Jack Welch adalah pemimpin berkarakter karena memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan-keputusan berat dan pelik. Sementara Steve Jobs memiliki kepemimpinan yang unik karena ide-idenya yang inovatif dan kemampuannya melihat tren masa depan.

Sebaliknya Richard Nixon gagal menjadi pemimpin yang baik karena tidak memiliki kejujuran pada rakyatnya yang berakibat dia dilengserkan dari kursi kepresidenan. Para pemimpin lembaga-lembaga keuangan bergengsi seperti AIG, Lehman Brothers, juga Enron, Worldcom gagal mengemban tanggung-jawab kepemimpinan karena tamak dan hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli kepentingan lingkungan di sekitarnya.

Seorang pakar yang menyebutkan "character is values in action". Artinya, karakter adalah nilai-nilai yang mewujud dalam bentuk tindakan-tindakan riil sehari-hari. Intinya, ungkapan ini ingin menegaskan bahwa karakter terbentuk hanya jika nilai-nilai yang diyakini si pemimpin "bermuara" pada tindakan-tindakan, tak cukup hanya sampai di pola pikir atau ucapan-ucapan. Dalam kurun waktu yang panjang tindakan-tindakan itu membentuk kebiasaan yang kemudian menjadi ciri khas dan keunikan seorang pemimpin.
 
Pemimpin berkarakter selalu punya identitas kuat dan mulia. Bahkan kata "character" berasal dari bahasa Yunani yang makna lugas "enduring, lasting, atau indelible mark." Kata kuncinya adalah "mark" atau ciri. Karena itu karakter bisa juga diartikan sebagai ciri-ciri khusus yang membedakan seseorang dengan orang lain. Nilai-nilai, pikiran, ucapan, dan tindakan seorang pemimpin akhirnya akan membentuk ciri dan identitasnya di mata para followers.

Dimensi penting lain dari karakter kepemimpinan adalah konsistensi. Lawrence Pervin, seorang psikolog mendefinisikan karakter sebagai: "a disposition to express behavior in consistent patterns of functions across a range of situations." Karakter dicerminkan oleh perilaku dan tindakan konsisten yang dilakukan seseorang tak peduli situasi seperti apa yang ia hadapi. Dalam situasi apapun, baik maupun buruk, pemimpin berkarakter akan selalu mempraktekkan nilai-nilai yang ia yakini.

Pemimpin berkarakter tak mengenal yang namanya aji mumpung. Ketika ia menempati posisi jabatan yang basah bukan berarti kemudian ia bisa melakukan korupsi seenaknya. Ketika nilai-nilai kejujuran dan etika ia pegang, maka tak peduli bagaimana posisinya, basah maupun kering, ia tak akan melakukan korupsi. William Penn, filsuf dan pendiri Negara Bagian Pennsylvania, menggambarkan dengan sangat pas konsistensi ini dengan ungkapan: "What is wrong is wrong, even if everyone is doing it. Right is still right, even if no one else is doing it."

Namanya konsistensi, maka kita tak akan bisa mengidentifikasi karakter seorang pemimpin dengan hanya sekali saja mendengar ucapannya, sekali saja memahami pikiran, atau sekali saja melihat tindakannya. Karakter pemimpin baru bisa dikenali setelah kita merasakan kepemimpinannya ratusan bahkan ribuan kali dalam kurun waktu yang panjang. Mungkin seseorang pemimpin bisa menyembunyikan karakternya dalam waktu seminggu atau sebulan di awal kepemimpinannya, namun pada akhirnya karakter itu akan gamblang di mata anak buahnya setelah ia memimpin setahun, tiga tahun, atau lima tahun.

Karakter pemimpin tercermin dari akumulasi ucapan, pikiran, dan tindakan yang akan konsisten polanya dalam kurun waktu panjang. Di awal kepemimpinan Anda bisa mengatakan bahwa Anda adalah pemimpin yang egaliter, demokratis, dan selalu mendengar aspirasi dari anak buah. Namun dari interaksi dengan anak buah (di rapat-rapat, dalam pidato-pidato, dari praktek kepemimpinan yang dijalankan) ujung-ujungnya akan ketahuan "potret" Anda yang sesungguhnya, apakah betul demokratis atau justru sebaliknya.

Potret itu adalah karakter Anda sebagai pemimpin. Potret itu jujur, tidak bisa bohong, tidak bisa mengelabuhi, tak bisa dipalsukan.

Pemimpin yang berkarakter akan bermuara pada kepemimpinan yg efektif dan bawahan yang termotivasi akan berdampak positif ke dalam dan luar perusahaan. Efektif diartikan memberikan dampak positif, orientasi hasil, produktif, berdaya guna dan berkeinginan kuat untuk sukses.

Pemimpin dan bawahan ibarat Yin dan Yang, dua karakter berbeda dan bertolak belakang. Jika dipadukan dengan benar akan menciptakan situasi dinamis, sinergi positif dan kekuatan besar. Maka 8 sikap kepemimpinan yang efektif dapat dipelajari berikut ini:

1. Vision

Pemimpin yang ingin sukses membutuhkan visi, agar arah dan tujuan perusahaan terlihat jelas sekarang dan mendatang. Pemimpin yang efektif selalu berupaya menanamkan visi kepada karyawannya agar pikiran dan tindakan selaras dan konsisten dengan tujuan perusahaan. Pemimpin yang visioner akan membuat karyawannya bergerak dengan semangat tinggi dan bergelora dalam bekerja.

2. Transformational

Kepemimpinan yang membangun dan servant leadership (pemimpin yang melayani) akan mengungkit motivasi bawahannya. Pemikiran yang transformasional menjadikan tim kerjanya bergerak dan berubah lebih cepat demi meraih kemajuan.

3. Balancing Between Reward and Punishment

Pemimpin dapat melakukan keseimbangan dalam mengelola perusahaan. Yang berprestasi dan berkontribusi akan mendapatkan promosi jabatan, kenaikan gaji, pujian dll. Sementara yang tidak mampu akan menerima sangsi peringatan agar mau bangkit dan berubah atau pemecatan. Dengan sikap ini pemimpin menciptakan keseimbangan perlakuan secara fairness atau berkeadilan yang mendorong semua orang memberikan kinerja terbaiknya.

4. Good Listener

Pemimpin yang efektif akan meramu semua informasi yang didengar dari semua pihak tanpa kecuali. Kemudian menganalisis sesuai dengan kenyataan di lapangan dan mengambil tindakan.

5. Anger Management

Ketika perusahaan mengalami hambatan dan masalah, pemimpin dapat melakukan dorongan lebih keras seperti ekspresi marah. Mengelola kemarahan atau anger management memerlukan kontrol emosi yang cerdas. Artinya, ekspresi marah dituangkan sebagai bentuk shock therapy dan lecutan agar semua orang sadar akan situasi yang buruk dan bergerak melakukan pembenahan.

6. Discipline Oriented

Disiplin bisa dijadikan budaya perusahaan karena mengandung makna positif dan membangun. Disiplin akan mengangkat moral karyawan dalam pekerjaan dengan fokus kepada sasaran yang hendak dicapai.

7. Cybernetics Control

Metode kontrol ini seperti jaringan atau sibernetika yang berkesinambungan dan saling terhubung antara informasi yang satu dengan lainnya. Dengan melihat langsung ke lapangan akan mempertajam dan melengkapi intuisinya sebagai pendengar yang baik.

8. Meritocracy

Pemimpin yang efektif akan menciptakan karyawan sebagai aset bernilai tinggi dan ujung tombak perusahaan. Maka penempatan karyawan andal dapat dilakukan melalui sistem meritokrasi yaitu berdasarkan kemampuan, prestasi, dan talenta.

Berikut ini ada kisah kepemimpinan yg memiliki sikap yg kuat dan berkarakter;
Abdul Kalam adalah seorang ilmuwan dan insinyur terkemuka India yang pernah menjabat sebagai presiden India yang ke-11 periode 2002-2007. Ketika masih sangat aktif menjadi ilmuwan, dia punya kesempatan belajar bagaimana memimpin yang baik dan turut membekalinya menjadi seorang pemimpin tertinggi di negerinya. Beginilah pengalamannya.

Pada tahun 1973, saya menjadi direkur proyek program kendaraan peluncur satelit India, yang umumnya disebut SLV-3. Tujuan kami saat itu adalah menempatkan satelit India “Rohini” ke orbitnya pada tahun 1980. Saya diberikan dana dan sumber dayanya—tapi juga ada targetnya yang sangat jelas, yaitu pada tahun 1980, kami harus bisa meluncurkan satelit ke luar angkasa. Ribuan orang bekerja bersama dalam tim ilmiah dan teknis demi tujuan itu.

Pada tahun 1979, sepertinya waktu itu bulan Agustus, kami pikir kami sudah siap. Sebagai direktur proyek, saya pergi ke pusat kontrol dan pengendalian peluncuran. Empat menit sebelum satelit diluncurkan, komputer mulai mengecek daftar tahapan persiapan peluncuran. Satu menit kemudian, program peluncuran tiba-tiba tidak aktif; tampilannya menunjukkan bahwa sebagian komponen pengendali tidak berfungsi. Para tenaga ahli saya—ada sekitar empat atau lima orang—berkata agar saya tidak perlu khawatir karena mereka sudah melakukan perhitungan secara cermat dan masih ada bahan bakar cadangan yang cukup. Maka, saya abaikan tampilan di komputer itu, memindahkan ke mode manual, dan meluncurkan roket. Pada tahap awal, semuanya berjalan lancar. Masuk ke tahap kedua, alih-alih satelit meluncur ke orbit, seluruh sistem roket jatuh ke Teluk Bengal. Proyek itu gagal total.

Hari itu, Ketua Organisasi Penelitian Luar Angkasa India (the Indian Space Research Organization), Prof. Satish Dhawan, menggelar konferensi pers. Peluncuran berlangsung pada jam 7 pagi, dan konferensi pers yang dihadiri para wartawan dari seluruh dunia, diadakan pada pukul 7.45 di tempat peluncuran satelit milik ISRO di Sriharikota (yang terletak di Andhra Pradesh di sebelah selatan India). Prof. Dhawan, pemimpin organisasi, memimpin konferensi pers itu seorang diri. Dia mengambil tanggung jawab atas kegagalan itu—dia menyatakan bahwa tim sudah bekerja sangat keras, tapi ternyata proyek ini masih membutuhkan dukungan teknologi yang lebih canggih lagi. Dia meyakinkan media bahwa di tahun berikutnya, tim akan benar-benar sukses. Kalau dipikir-pikir lagi, sayalah direktur proyek ini dan semua ini sebenarnya adalah kegagalan saya. Tapi Prof. Dhawan malah bersedia mengambil alih tanggung jawab atas kegagalan sebagai ketua organisasi.


Pada tahun berikutnya, tepatnya Juli 1980, kami mencoba kembali meluncurkan satelit—dan kali ini kami berhasil. Seluruh negeri bersorak gembira. Sekali lagi, digelarlah konferensi pers. Tapi kali ini Prof. Dhawan memanggil saya dan berkata, “Kau yang memimpin konferensi pers hari ini.”

Saat itu saya mendapat sebuah pelajaran yang sangat penting. Ketika terjadi kegagalan, pemimpin organisasi yang bertanggung jawab atas kegagalan itu. Tapi begitu sukses berhasil dicapai, dia memberikan itu pada timnya. Pelajaran manajemen terbaik yang saya pelajari bukan berasal dari buku teks, tapi malah melalui pengalaman.

sumber: andriewongso.com