Lagi Stres? Jangan Berusaha Jadi Positif

Stres adalah faktor #1 yang paling berdampak negatif pada kesehatan dan kualitas hidup kita. Umumnya hanya muncul di 3 bidang kehidupan: (1) penampilan dan kesehatan tubuh, (2) uang, karier, dan sukses, serta (3) cinta, keluarga dan relasi pribadi.  Dan berdasarkan 3 bidang tersebut, kita bisa mengamati bahwa (hampir) semua orang mengalami stres, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Meskipun kita tidak bisa hidup steril dan bebas sepenuhnya dari stres, kuncinya adalah bagaimana mengelola stres ini agar dampak negatifnya minimal, atau bahkan bagaimana agar energi di balik stres ini bisa diolah menjadi semangat, kebijakan hidup dan kesadaran yang jernih.
Apa yang kita bisa lakukan untuk mencapai ini? Positive thinking? Positive feeling? Being optimistic?
Sejujurnya, saya tidak bisa merekomendasikan hal-hal tersebut.

Banyaknya Saran Populer yang Tidak Realistis
Saran untuk berusaha menjadi positif adalah sesuatu yang selama ini diajarkan oleh psikologi populer, pergaulan sosial, strategi bisnis dan manajemen, serta budaya dan tradisi kita.  Namun bagi saya, ini bukanlah sesuatu yang realistis, bahkan bisa membuat stres tambahan.
Dalam mencari solusi stres & masalah, setiap bentuk upaya yang tidak realistis akan memberikan tambahan stres yang sebenarnya tidak perlu. Kita butuh solusi stres yang realistis dan efektif.  Berikut beberapa contoh solusi stres yang kurang realistis:
1. Saran populer “Jangan stres dong”, atau “Anda tidak boleh stres”.
Mengapa ini tidak realistis? Hampir setiap orang mengalami stres, ada yang ringan maupun berat, ada yang sebentar dan juga menahun.  Saran populer seperti ini berpotensi melipatkangandakan stres, karena di atas stres tentang masalah asli yang sedang dihadapi, ada stres tambahan ketika berpikir bahwa ‘seharusnya saya tidak boleh stres’.
  • SADARI: stres dalam hidup pasti ada, terjadi pada setiap orang, dan sangatlah boleh dan wajar ketika Anda mengalaminya. Ketika kita mengerti dan bisa menerima hal tersebut, kita tidak lagi perlu memikul ‘beban ekstra’ tersebut, dan lebih punya energi untuk menghadapi masalah kita yang sebenarnya.
2. Saran populer “Anda harus memilih berpikir & berperasaan positif”.
Ide dan konsep yang cukup indah.  Coba pilih sebuah pikiran atau perasaan positif, misalnya “Saya sehat sekali”.  Sadari sepenuhnya, fokus terus pada pikiran tersebut, dan tahan jangan sampai pikiran tersebut berubah.  Bukankah hanya sekian detik Anda bisa menahan pikiran positif tersebut sebelum perhatian Anda beralih pada topik lainnya, atau bahkan muncul pikiran yang justru kebalikannya, seperti “Ah, masa ‘sehat sekali’? Bukannya baru kemarin sempat sakit juga?”  Lakukan yang sama terhadap sebuah pikiran negatif, dan amati dengan jeli bahwa dalam beberapa detik, pikiran tersebut pun berganti.  Intinya di sini adalah, meskipun dari waktu ke waktu kita bisa memilih buah pikiran apa yang mau kita hadirkan dalam perhatian, sifat dasar pikiran yang memang tidak bisa diam, ditambah dengan segala ‘sampah’ bawah sadar yang tersimpan dalam diri, tidak akan mengizinkan kita untuk mempertahankan pikiran yang kita pilih tersebut terus menerus.
  • SADARI: bahwa kita tidak punya KENDALI PENUH atas apa yang kita pikirkan maupun rasakan dari waktu ke waktu.  Setiap hal yang kita pikirkan, baik positif maupun negatif, baik yang sengaja kita pilih maupun yang tidak kita pilih, akan terus datang. Silih berganti. Selalu berubah. Pikiran negatif kita tidak mungkin bisa bertahan selamanya, dan pikiran positif kita juga tak pernah kekal. Kalau kita bisa mengerti bahwa pikiran dan perasaan kita senantiasa berubah, kita tidak lagi terlalu takut dengan yang negatif, dan tidak lagi terlalu berharap untuk positif selamanya.  Ini akan memberikan kita suatu kearifan untuk lebih rileks dan tenang menghadapi perubahan hidup.
3. Saran populer: “Kalau Anda positif / optimis ketika sedang bermasalah, pasti hasilnya akan positif, dan kalau Anda negatif / pesimis dalam menghadapi masalah, maka pasti hasilnya akan negatif juga.”
Saya melakukan survei singkat kepada ribuan orang dengan 4 buah pertanyaan tentang pengalaman hidup mereka: (1) Apakah Anda pernah berpikir positif dan mendapat hasil yang positif? (2) Apakah Anda pernah berpikir negatif dan mendapat hasil yang negatif?  Sesuai dugaan saya, sejalan dengan saran populer di atas, semua peserta menjawab YA.  Selanjutnya saya ajukan dua lagi pertanyaan: (3) Apakah Anda pernah berpikir positif tetapi kok hasilnya negatif?, dan (4) Apakah Anda pernah berpikir negatif dan kok hasilnya positif juga? Yang cukup mengejutkan, SEMUA peserta juga menjawab YA pada kedua pertanyaan terakhir tersebut.  Jika kita semua mengalami langsung keempat fenomena tersebut dalam hidup, maka kesimpulannya adalah berpikir positif BELUM TENTU PASTI hasilnya selalu positif, dan berpikir negatif BELUM TENTU PASTI hasilnya juga negatif.
  • SADARI: hidup ini indah karena hidup akan selalu berubah, menyimpan berbagai tanda tanya dan ketidakpastian.  Selain ada Hukum Tarik Menarik (law of attraction), masih ada juga Hukum Belum Tentu (law of uncertainty).  Ketika kita bisa rileks dan menghayati ini, kita tidak lagi perlu terbeban tentang HARUS positif dan TIDAK BOLEH negatif.  Kita lebih bisa mengalir dengan segala upaya yang kita jalani dan lebih bisa berserah tentang hasil akhirnya.
Dua Cara Sederhana Mengatasi Stres
Berdasarkan perenungan di atas, saya mengusulkan dua buah strategi praktis untuk mengatasi stres, beban hati dan pikiran negatif:
1. Bernapas dengan sadar.
Berhentilah sejenak, dengan penuh perhatian, hiruplah napas dan rasakan penuh ke dalam diri.  Setelah itu, dengan penuh perhatian, embuskan dengan lepas.  Rasakan pikiran, perasaan, dan tubuh Anda.  Apakah menjadi lebih nyaman, lapang, dan tenang?  Lakukan lagi beberapa kali tanpa berupaya menjadi positif.  Bernapas saja dengan sadar, penuh perhatian.
  • Cara kerja teknik ini sangat sederhana: ketika Anda bernapas dengan sadar dan sengaja, otomatis Anda memperlambat bahkan terkadang menghentikan celoteh pikiran yang biasanya begitu deras dan memenuhi kesadaran Anda.  Ketika pikiran mulai melambat dan rileks, perhatian Anda mulai lebih mengarah pada realitas di sini-kini, bukan pada masa lalu (kenangan, rasa sesal, trauma), dan bukan juga pada masa depan (kekuatiran, ketakutan dan antisipasi). Bernapas dengan sadar, jika dilakukan secara teratur, terutama di saat-saat sibuk penuh ketergesaan, akan membantu kita untuk mengembalikan kesadaran yang jernih.
2. Izinkan diri Anda memiliki rasa dan pikiran apapun
Biarkan dan izinkan diri untuk berpikir negatif ketika sedang mengalami pikiran negatif.  Biarkan dan izinkan diri untuk berpikir positif ketika sedang mengalami pikiran positif.  Ini artinya Anda memberikan izin untuk hidup secara alamiah, apa adanya.  Toh kita sudah mengerti, bahwa baik positif atau negatif, pikiran tersebut tidak mungkin awet selamanya, dan pada waktunya pasti akan berubah juga.
Ada sebuah prinsip yang yang begitu sederhana namun begitu signifikan tentang segala urusan hati.  Saya menyebutnya sebagai Prinsip Paradoks Rasa & Pikiran, yaitu: “Apa pun pikiran dan rasa yang kita tolak, maka dia pun justru semakin awet”, dan “Apa pun pikiran dan rasa yang kita izinkan, justru dia akan semakin cepat tuntas.”
Bisa saja kita juga cukup kenal dengan prinsip ini.  Ketika seorang rekan baru saja mengalami musibah, atau putus cinta, kita terkadang sadar untuk memberikan mereka izin dan kesempatan untuk berduka.  Ini sangatlah sehat, karena dengan izin untuk negatif tersebutlah justru segala pikiran dan rasa negatif menjadi semakin tuntas.  Sementara ketika mereka tidak mengizinkan diri mereka sendiri untuk merasa negatif, karena alasan “saya harus kuat”, atau “saya takut dianggap lemah dan cengeng”, justru negativitas yang sudah ada tersebut menjadi lebih awet dan semakin lama proses penyembuhannya.
  • Obat dari stres dan pikiran negatif, bukanlah berpikir positif, melainkan: (1) mengistirahatkan pikiran yang terlalu banyak berpikir melebihi porsi yang dibutuhkan, dan (2) mengizinkan pikiran dan rasa untuk hadir apa adanya, sepenuh hati.
Stres memang bagian alami dari hidup.  Kalau kita mau memahaminya secara lebih jernih, kita bisa bergerak menuju mengizinkan hidup mengalir alami, apa adanya. Tentunya kita masih boleh melakukan upaya mengatasi masalah pada aspek yang memang di bawah kendali kita, namun diikuti dengan kesadaran untuk melepaskan aspek yang memang bukan di bawah kendali kita.  Dengan memahami ini, kita lebih mampu hidup selaras dengan alam.

ditulis: Reza Gunawan, SUMBER