Si Pengepul Ikan yang Menjadi Juragan Pesawat

Mungkin tokoh berikut ini dapat menginspirasi kita semua, bahwa jenjang pendidikan tidak menentukan keberhasilan seseorang, justru ketrampilan dan Keuletan yang memebuat seseorang berhasil.
Orang tersebut adalah  Susi Pudjiastuti, seorang wanita berumur 45 tahun yang baru-baru ini PT Excelcomindo Pratama (Tbk), perusahaan telekomunikasi, menganugerahinya predikat The Best Indonesia Berprestasi 2009.
Saat ini, wanita yang hanya lulusan SMP itu mengelola dua perusahaan.
Masing-masing PT ASI Pujiastuti Marine Product, yang bergerak di bisnis perikanan dan Susi Air, maskapai sewa dengan 22 unit pesawat propeler. Dari dua perusahaan itu, Susi bisa menghidupi ribuan karyawan.
Jalan hidup wanita ini memang penuh liku. Usai memutuskan keluar dari bangku SMA di Cilacap, Jawa Tengah pada 1983, Susi mulai menjalani pekerjaannya sebagai pengepul ikan dengan modal pas-pasan.
Usahanya terus berkembang. Setahun kemudian dia berhasil menguasai pasar Cilacap. Tidak puas hanya berbisnis ikan laut di satu daerah, Susi mulai melirik daerah Pangandaran di pantai selatan Jawa Barat.
Ternyata di sana keberuntungan Susi datang. Usaha perikanannya maju pesat. Jika semula dia hanya memperdagangkan ikan dan udang, Susi mulai memasarkan komoditas yang lebih berorientasi ekspor, yaitu lobster.
Dia membawa dagangannya sendiri ke Jakarta untuk ditawarkan ke berbagai restoran seafood dan diekspor. Karena permintaan luar negeri sangat besar, untuk menyediakan stok lobster Susi harus berkeliling Indonesia mencari sumber suplai lobster.
Masalah pun timbul, problem justru karena stok sangat banyak, tetapi transportasi, terutama udara, sangat terbatas. Untuk mengirim dengan kapal laut terlalu lama karena lobster bisa terancam busuk atau menurun kualitasnya.
Pada saat itulah timbul ide Susi lainnya untuk membeli sebuah pesawat. Christian von Strombeck, suaminya yang kebetulan pria bule yang berprofesi pilot pesawat carteran asal Jerman mendukungnya.
Sebuah pesawat jenis Cessna dia beli. Armada itu sangat membantunya meningkatkan produktivitas perdagangan ikannya. Nilai jual komoditi nelayan di daerah juga naik.
“Nelayan bisa mendapatkan nilai tambah. Misalnya saja, lobster di Pulau Mentawai yang tadinya hanya dijual Rp 40 ribu per kilo, setelah itu bisa dinaikkan menjadi Rp 80 ribu per kilo saat itu,” kata Susi kepada Persda Network.
Jadi Pesawat Penumpang Kebutuhan akan pesawat pun semakin meningkat seiring dengan ekspor yang terus bertambah. Belakangan, pesawat yang tadinya hanya untuk mengangkut barang dagangan laut dia coba sewakan kepada masyarakat yang ingin menumpang.
“Ternyata permintaan transportasi sangat besar karenanya kita pun mengembangkan bisnis pesawat carter ini dan Susi Air,” ujarnya.
Saat ini, Susi Air memiliki 22 armada pesawat kecil, antara lain jenis Cessna Grand, Avanti dan Porter yang dioperasikan oleh 80 pilot, sebanyak 26 di antaranya adalah pilot asing.
Pesawat Cessna saat ini harganya Rp 20 miliar per unit. Sedang pesawat Avanti harganya bisa empat kali lebih mahal.
Maskapai Susi Air saat ini beroperasi di hampir seluruh daerah peolosok di Indonesia. Untuk mengembangkan bisnisnya ini, Susi bertekad menambah armada lagi hingga mencapai 40 unit pada akhir tahun depan dengan investasi sekitar Rp 200 miliar. (kompas.com)
Tak hanya entrepreneurship-nya yang sangat luar biasa tetapi ditambah jiwa sosialnya yang tidak diragukan lagi. Hal ini bisa dilihat dari sepak terjangnya ketika bencana tsunami melanda Aceh, Susi.P dengan pesawat miliknya selama beberapa minggu di daerah bencana, menjadi pesawat pertama yang membawa bantuan ke daerah-daerah yang tidak bisa dilalui dengan alat transportasi darat.  Luar biasa….

gambar: blogdetik.com